tag:blogger.com,1999:blog-10103924328323322682024-02-02T02:13:30.282-08:00KAFE SUFITasawuf, Thariqot, Humor Sufi, Profil Sufi, Dunia WaliDrs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.comBlogger176125tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-29159751621807043222012-09-27T00:09:00.000-07:002012-09-27T00:09:02.735-07:00Sikap Benar Terhadap Urusan Allah Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily :<br />
Barangsiapa memutuskan diri untuk tidak mengurus dirinya dan melimpahkan urusannya pada Allah; memutuskan pilihannyahanya pada pilihan Allah; memutuskan pandangannya hanya memandang Allah; memutuskan kebaikannya hanya pada ilmu Allah disebabkan oleh disiplin kepatuhan dan ridhanya; kepasrahan total dan tawakalnya pada Allah;<br /><br />maka Allah benar-benar menganugerahkan kebaikan nurani hati, yang juga disertai dengan dzikir, tafakkur dan hal-hal lain yang sangat istimewa.<br /><br />(Syeikh Abul Hasan berkata pada salah satu muridnya): Aku melihatmu senantiasa mengekang nafsumu dan menarik perkaramu dalam memerangi nafsumu itu. Engkau wahai Luka’ bin Luka’, maksudku dengan itu menyatakan dua nafsu, terhadap leluhur dan pada anak-anak. Engkau ditindih oleh ikut mengatur urusan (yang bukan urusanmu), hingga sampai pada suapan yang engkau makan dan minuman yang engkau teguk, juga dalam ucapan yang engkau katakan atau engkau diamkan. Lalu dimana posisimu di hadapan Yang Maha Mengatur, Maha Tahu dan Maha Mendengar lagi Melihat; Maha Bijaksana lagi Maha Waspada, Yang Maha Agung Keagungan-Nya dan Maha Suci Asma’-asma’-Nya? Bagaimana bisa Dia disertai oleh yang lain-Nya? Karena itu bila engkau menghendaki sesuatu yang akan engkau lakukan atau engkau tinggalkan, maka berlarilah kepada Allah menghindari semua itu, maka Allah pun akan menyingkirkanmu dari neraka. Jangan mengecualikan sedikitpun. Tunduklah kepada Allah, kembalikan dirimu kepada Allah. Sebab Tuhanmu mencipta apa yang dikehendaki-Nya dan memilihkan.<br />
<a name='more'></a><br />Hal demikian tidak akan kokoh kecuali pada orang yang benar atau seorang wali. Orang yang benar adalah orang yang mengikuti aturan hukum. Sedangkan wali orang yang tidak mempunyai aturan hukum. Orang yang benar bersama hukum Allah, sedangkan wali, fana’ dari segala sesuatu bersama Allah.<br /><br />Sementara para Ulama ikut mengatur dan memilih, menganalisa dan mengiaskan. Mereka dengan segenap akal dan sifatnya senantiasa demikian. Sedangkan para syuhada’ terus menerus mengendalikan dan berjuang, mereka berperang, membunuh dan dibunuh, dan mereka hidup dan ada pula yang mati. Mereka dihadapan Allah tetap hidup walaupun secara indera dan fisik tidak ada.<br /><br />Adapun orang-orang shaleh, jasad mereka disucikan sedangkan rahasia batin mereka menggigil dan tegang. Tidak relevan untuk menjelaskan kondisi ruhani mereka kecuali bagi orang yang benar pada awal langkahnya atau bagi wali pada akhir tahapnya. Engkau cukup melihat apa yang tampak pada lahirnya berupa kebajikan-kebajikan mereka, dan jangan berupaya menjelaskan kondisi batin mereka. Kalau engkau inginkan suatu perkara yang hendak engkau lakukan atau engkau tinggalkan, kembalilah kepada Allah, seperti yang kukatakan kepadamu. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan kembalikan dirimu pada-Nya. Ucapkanlah:<br /><br />“Wahai Yang Awal, wahai Yang Akhir, wahai Yang Akhir, aku memohon demi kebenaran namaku pada Asma-Mu, dan sifatku pada Sifat-Mu, dan urusanku pada Urusan-Mu, pilihanku pada Pilihan-Mu, jadikanlah bagiku sebagaimana engkau berikan kepada wali-wali-Mu (Dan masukkan diriku)dalam berbagai hal (pada jalan masuk yang benar, dan keluarkanlah diriku tempat keluar yang benar, dan berikanlah padaku, dari sisi-Mu, kekuasaan yang menolong). Takutlah dirimu untuk bersangka buruk kepada Allah: “Bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”<br /><br />Aku pernah melihat, seakan-akan diriku duduk dengan salah seorang muridku di hadapan guruku —semoga Allah merahmatinya—, lalu guruku berkata, “Jagalah empat hal dariku. Tiga untukmu dan yang satu untuk orang yang kasihan ini:<br /><br />Janganlah engkau berusaha memilih persoalanmu sedikitpun, pilihlah untuk tidak memilih.<br /><br />Berlarilah dari semua upaya memilih itu. Penghindaran pilihanmu pada segala sesuatu, semata untuk menuju kepada Allah. “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan memilih apa yang terbaik bagi mereka.”<br /><br />Setiap pilihan-pilihan syariat dan tata aturannnya, maka itulah pilihan Allah, engkau tidak memiliki kompetensi di dalamnya, dan engkau harus patuh pada-Nya, simak dan taatlah. Itulah posisi Pemahaman Ilahi (fiqhul-Ilahy) dan Ilmu Ilhami (ilmul-ilhamy). Itulah bumi ilmu hakikat yang diambil dari Allah bagi orang yang bertindak lurus. Fahami dan baca, serta berdoalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya engkau berada dalam petunjuk yang lurus. Namun apabila mereka membantahmu, katakanlah, Allah Maha Tahu atas apa yang kalian semua ketahui.<br /><br />Engkau harus tetap zuhud di dunia dan bertawakal kepada Allah. Sebab zuhud itu merupakan fondasi amal, dan tawakal merupakan modal dalam berbagai tingkah laku ruhani. Bersaksilah kepada Allah dan berpegang teguhlah dalam ucapan-ucapan, tindakan-tindakan, akhlak, dan tingkah laku ruhani. “Barangsiapa berpegang teguh kepada Allah, maka benar-benar ia diberi petunjuk ke jalan lurus.”<br /><br />Takutlah untuk bersikap ragu, syirik, tamak, dan berpaling dari Allah demi sesuatu. Sembahlah Allah atas dasar agungnya kedekatan, engkau akan mendapatkan kecintaan dan keistimewaan pilihan, kekhususan dan kewalian dari Allah. “Allah adalah Wali bagi orang-orang yang bertaqwa.”<br /><br />Sedangkan —untuk lelaki yang perlu dikasihani ini— faktor yang menyebabkan putusnya hubungan ketaatan dengan Allah, dan hatinya yang terhijabi dari bukti-bukti ketauhidan, ada dua perkara:<br /><br />Pertama ia masuk dalam pekerjaan dunianya dengan cara ikut campur mengaturnya. Kedua dalam amal akhiratnya dipenuhi keraguan atas anugerah-anugerah Ilahi Sang Kekasih. Sehingga Allah menyiksanya lewat hijab, dan terus menerus dalam keraguan, serta melalaikannya akan hisab kelak, lalu ia terjerumus dalam lautan tadbir dan takdir (ikut campur aturan dan takdir Allah). Lalu ia mendekati dengan kewaspadaan yang kotor. Apakah kalian semua tidak bertobat kepada Allah dan mohon ampunan kepada-Nya, sedangkan Alllah itu Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Karena itu kembalilah pada Allah berkaitan dengan prinsip-prinsip pengaturan dan takdir, engkau akan mendapatkan limpahan kemudahan, antara dirimu dengan kesulitan yang ada akan terhapuskan. Setiap ke-wira’i-an yang tidak membuahkan ilmu dan nur, maka ke-wira’i-an itu sama sekali tak berpahala. Sedangkan setiap kemaksiatan yang diikuti oleh rasa takut dan berlari kepada Allah, janganlah engkau anggap sebagai dosa.<br />Ambilah rizkimu menurut pilihan Allah bagimu dengan mengamalkan ilmu dan mengikuti sunnah Nabi Saw.<br />Engkau jangan naik ke tahap berikutnya sebelum Allah menaikkan dirimu, sebab dengan tindakanmu itu telapak kakimu bisa tergelincir.<br />Suatu ketika aku berhasrat pada sedikit saja dari dunia, tidak banyak, lantas aku mengurungkan dan mengkhawatirkan jika hal itu termasuk adab yang buruk (su’ul adab). Aku bergegas kepada Tuhanku, dan ketika tidur aku bermimpi, seakan-akan Nabi Sulaiman as. sedang duduk di atas tempat tidur, sementara di sekelilingnya banyak pasukan. Beliau menyodorkan periuk dan piringnya. Aku melihat suatu hal yang telah disifatkan Allah dalam firman-Nya: “dan piring-piring yang besarnya seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (di atas tungkunya).” (Q.s. Saba’: 13). Lalu tiba-tiba ada yang memanggilku, “Janganlah engkau memilih sedikitpun disisi Allah, namun jika engkau memilih sebagai ubudiyah semata bagi Allah dalam rangka mengikuti Rasulullah Saw. ketika bersabda: “Sebagai hamba yang bersyukur” yakni sebagai Rasul. Kalau toh pun harus memilih, pilihlah untuk tidak memilih. Dan larikanlah pilihanmu itu pada pilihan Allah.”<br /><br />Aku terbangun dari tidurku, lalu kulihat ada yang berkata padaku, “Sesungguhnya Allah telah memilihkanmu untuk berdoa:<br /><br />“Ya Allah luaskanlah rizki padaku dari duniaku, dan janganlah engkau jadikan hijab dengannya (rizki dunia) itu terhadap akhiratku. Jadikanlah tempatku di sisi-Mu selamanya dihadapan-Mu, senantiasa memandang dari-Mu kepada-Mu. Tampakkanlah Wajah-Mu dan tampakkanlah padaku dari penglihatan dan dari segala sesuatu selain-Mu. Hapuskanlah penghalang antara diriku dengan Diri-Mu. Wahai Dzat, yang Dia adalah Maha Awal, Maha Akhir, Maha Dzahir, Maha Batin, dan Dia adalah Maha Tahu atas segala sesuatu.”<br /><br />Manusia paling celaka adalah manusia yang menghalangai diri pada Tuhannya, dan mengambil alih urusan duniawinya, sementara ia alpa akan prinsip dan tujuan, serta amal akhiratnya.<br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;">sufinews</span>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-50531782964281258902012-09-26T23:59:00.001-07:002012-09-27T00:00:17.928-07:00Rukun-Rukun TarekatSyeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani<br />
<br />
Rukun-rukun (sendi-sendi) tarekat ada empat: Lapar, mengasingkan diri dari makhluk (uzlah), tidak tidur di malam hari, dan mempersedikit pembicaraan. Bila seorang murid mampu menahan lapar, maka tiga poin berikutnya secara khusus akan mengikuti. Sebab orang yang lapar akan sedikit berbicara, tahan tidak tidur di malam hari dan senang menghindarkan diri dari orang. Mereka mengungkapkan sendi-sendi dasar tersebut dalam bentuk bait syair:<br />
<br />
[I]Para tuan mulia dari kaum abdal kami<br />
telah membagi rumah kewalian menjadi beberapa sendi:<br />
antara diam dan selalu mengasingkan diri, lapar dan tidak tidur, adalah pilihan yang tertinggi.[/I]<br />
<br />
Abu al-Qasim al-Qusyairi —rahimahullah— mengatakan: “Sesungguhnya dasar utama pintu menuju tarekat adalah lapar. Sebab mereka tidak akan mendapatkan sumber hikmah kecuali dengan lapar.” Mereka secara bertahap mengurangi makan sedikit demi sedikit, sampai akhirnya hanya sesuap dalam setiap harinya. Sebagian dari mereka ada yang hanya satu biji kurma kering atau anggur kering. Sementara itu Abu Utsman al-Maghribi makan setiap enam bulan sekali. Syekh Muhyiddin Ibnu al-Arabi mengatakan dalam al-Futuhat al-Makkiyyah: “Sebagaimana cerita yang telah sampai pada kami, bahwa Allah Swt. ketika menciptakan nafsu, maka Dia bertanya kepadanya, ‘SiapaAku ini?’ Maka nafsu menjawab, ‘Lalu siapa aku ini?’ Akhirnya ia ditempatkan dalam lautan kelaparan selama empat ribu tahun, kemudian Allah bertanya kembali, ‘Siapa Aku?‘ Ia baru sadar dan mengakui Tuhannya sembari menjawab, ‘Engkau adalah Tuhanku’.”<br />
<a name='more'></a><br />
Sahl bin Abdullah at-Tustari tidak akan makan kecuali setelah lima belas hari. Dan ketika masuk bulan Ramadan, ia tidak makan sebelum melihat bulan sabit satu Syawal. Setiap malam bulan Ramadan ia hanya berbuka dengan air agar bisa keluar dari larangan menyambung (wishal) puasa. Ia pernah berkata: “Ketika Allah menciptakan dunia, Dia menjadikan ilmu dan hikmah berada dalam kelaparan, dan menjadikan kebodohan dan maksiat berada dalam kekenyangan.” Ketika dalam kondisi lapar ia menjadi kuat, dan ketika dalam kondisi kenyang ia menjadi lemah tak berdaya.<br />
<br />
Abu Sulaiman ad-Darani berkata: “Kunci dunia adalah kekenyangan, dan kunci akhirat adalah kelaparan.” Yakni kegiatan masing-masing.<br />
<br />
Yahya bin Mu’adz ar-Razi berkata: “Kekenyangan adalah api, sedangkan syahwat (kesenangan) ibarat kayu bakar. Dari situ akan muncul kebakaran, dan apinya tidak bisa padam sehingga yang bersangkutan ikut terbakar.”<br />
<br />
Sahl bin Abdullah at-Tustari berkata: “Barangsiapa ingin makan setiap harinya dua kali maka hendaknya membangun tempat makanan untuknya.”<br />
<br />
Malik bin Dinar —rahimahullah— berkata: “Barangsiapa ingin agar setan lari dari bayang-bayangnya maka hendaknya memaksa syahwatnya.” Sementara itu ucapan-ucapan para salaf seperti itu cukup banyak. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.<br />
<br />
Diantara perilaku yang harus dilakukan munid, hendaknya selalu berpegang teguh dengan adab (kesopanan) ketika berhadapan dengan Allah, ketika bersama para wali Allah dan saudara-saudaranya. Jangan sampai memberikan kesempatan sama sekali kepada nafsu (diri)nya untuk berbuat yang menyalahi kesopanan (su‘ul-adab).<br />
<br />
Abu Ali ad-Daqqaq —rahimahullah— berkata: “Seorang hamba dengan ibadahnya bisa sampai ke surga, tapi ia tidak bisa sampai ke hadirat Tuhannya kecuali beradab ketika sedang beribadah. Barangsiapa tidak bisa memelihara adab dalam ketaatannya maka ia akan terhalang dari Tuhannya oleh tujuh puluh lapis penghalang (hijab).” Ad-Daqqaq tidak pernah bersandar pada apa pun seperti bantal atau dinding kecuali dalam kondisi sangat darurat, dimana ia pernah mengemukakan tentang apa yang ia lakukan itu, “Bahwa bersandar pada sesuatu merupakan tindakan yang tidak sopan.”<br />
<br />
Abdullah bin al-Jalla’ berkata: “Barangsiapa tidak memiliki adab (kesopanan) maka ia tidak memiliki syariat, tidak punya iman dan tauhid.” Yakni secara sempurna.<br />
<br />
Ibnu ‘Atha’ berkata: “Seorang murid belum dikatakan beradab sehingga ia merasa malu kepada Allah untuk duduk berselonjor di depan-Nya, baik di waktu malam maupun siang hari.”<br />
<br />
Al-Hanizi mengatakan: “Aku tidak pernah duduk berkhalwat (menyendiri) dengan duduk berselonjor selama dua puluh tahun.” Ia juga berkata: “Adab secara syariat bersama Allah Swt. dalam segala perkara tentunya lebih diprioritaskan bagi orang yang berakal. Sementara itu dalam syariat tidak pernah ada penjelasan secara gamblang tentang adab pada masalah tersebut.”<br />
<br />
Ia juga pernah berkata: “Apabila seseorang bermuamalah dengan para penguasa dunia tanpa menggunakan adab (kesopanan) akan mengakibatkan dirinya terbunuh, lalu bagaimana dengan orang yang tidak memiliki kesopanan ketika bersama al-Haq Azza wa Jalla dan berani melanggar apa yang menjadi larangan-Nya?” Ia juga pernah berkata: “Meninggalkan adab bisa mengakibatkan terusir. Maka barangsiapa tidak memiliki adab ketika sedang berada di hamparan tempat duduk maka ia akan diusir menuju ke pintu, dan barangsiapa tidak memiliki adab ketika sedang di pintu maka ia akan diusir ke orang-orang yang memelihana binatang ternak”<br />
<br />
Imam asy-Syafi’i —rahimahullah— berkata: “Imam Malik —rahimahullah— pernah berkata kepadaku, ‘Wahai Muhammad, jadikan ilmumu sebagai garam, dan adabmu sebagai tepungnya’.”<br />
<br />
Abdurrahman bin al-Qasim —rahimahullah— berkata: “Aku pernah bersahabat dengan Imam Malik selama dua puluh tahun, maka dalam rentang waktu tersebut selama delapan belas tahun ia gunakan untuk mengajar adab, sedangkan sisanya, dua tahun ia gunakan untuk mengajar ilmu. Maka aku berharap andaikan dua puluh tahun itu seluruhnya bisa aku gunakan untuk mengajar adab.”<br />
<br />
Asy-Syibli —rahimahullah— berkata: “Diantara ciri-ciri orang-orang yang berada di hadirat Allah adalah tidak pernah tercebur dalam ketidaksopanan sekalipun suatu kesenangan. Maka isyarat-isyarat yang datang dari al-Haq bisa terjadi secara rahasia (sirri) dan terang-terangan. Sebab hadirat al-Haq Azza wa Jalla adalah hadirat adab, kebisuan, keagungan dan penuh rasa takut, maka tidak sepantasnya merasa senang karena tidak sebanding. Bahkan kalau misalnya seorang wali bisa tinggal di hadirat ini selama usia Nabi Nuh a.s. maka hanya akan menambah rasa takut sepanjang waktu. Hal itu terjadi karena tajalli (penampakan Diri) al-Haq Swt. tidak akan terulang. Maka setiap tajalli yang datang kepada seorang hamba maka yang bersangkutan hanya layak untuk menunjukkan kesopanan pada hadirat tersebut. Maka pahamilah!”<br />
<br />
Abu al-Husain an-Nun —rahimahullah— berkata: “Barangsiapa tidak beradab dalam setiap waktu maka ia terkutuk”<br />
<br />
Dzun-Nun al-Mishri —rahimahullah— berkata: “Barangsiapa mencari keringanan untuk meninggalkan adab maka ia akan kembali pada posisi di mana ia datang pertama kali.”<br />
<br />
Tuan Guru Muhammad asy-Syanawi —rahimahullah— berkata: “Seorang murid ketika ia masuk ke dalam tarekat, ibarat sebutir benih yang baru akan tumbuh. Dan ketika ia tercebur pada ketidaksopanan setelah ia masuk maka ia ibarat sebutir benih yang baru tumbuh separo lalu dilempar sehingga mati dan tidak ada seorang pun yang mau menerimanya.” — Dan hanya Allah Yang Mahatahu..<br />
<br />
<span style="font-size: xx-small;">sufinews</span>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-27063365824102029692012-04-30T23:19:00.001-07:002012-04-30T23:35:03.857-07:00Dengki[#][IMG]/images/stories/200-artikel/97-15.jpg[/IMG]Kedengkian adalah cacat dalam agama.[/#]<br />
<br />
[#]Kedengkian adalah kesedihan yang pasti, pikiran yang kacau, dan kesusahan yang terus-menerus. Kenikmatan bagi orang yang didengki adalah nikmat, sementara bagi orang yang dengki adalah malapetaka.[/#]<br />
<br />
#]Kedengkian adalah perangai yang rendah, dan di antara kerendahannya bahwasanya ia menimpa orang yang paling dekat, kemudian yang lebih dekat lagi.[/#]<br />
<br />
[#]Sehatnya badan karena sedikitnya dengki.[/#]<br />
<br />
[#]Orang yang dengki mendengki kepada orang yang tidak ada dosa padanya.[/#]<br />
<br />
[#]Kedengkian seorang teman adalah penyakit kecintaan.[/#]<br />
<br />
[#]Kedengkian diwariskan, sebagaimana diwariskannya harta.[/#]<br />
<br />
<span class="fullpost">
[#]Orang yang dengki melihat hilangnya kenikmatan darimu sebagai kenikmatan baginya.[/#]<br /><br />
[#]Jika Allah berkehendak menguasakan seorang hamba kepada Seorang musuh yang tidak mempunyai belas kasihan kepadanya, maka Dia menguasakannya kepada seorang pendengki.[/#]<br />[#]Janganlah kalian saling mendengki karena sesungguhnya dengki itu memakan iman, sebagaimana api memakan kayu bakai[/#]<br />[#]Seorang yang dengki tidak akan pernah merasa puas terhadapmu sehingga salah seorang dari kalian berdua meninggal dunia.[/#]<br />[#]Jika engkau melayani seorang pemimpin, maka janganlah engkau memakai pakaian yang sama dengannya, janganlah mengendarai kendaraan yang sama dengannya, dan janganlah engkau mengambil pelayan yang semisal dengan pelayan-pelayannya, maka kemungkinannya engkau akan selamat darinya.[/#]<br /><br />
[#]Pemilikan menyebabkan kedengkian. Kedengkian menyebabkan kemarahan. Kemarahan menyebabkan perselisihan. Perselisihan menyebabkan perpecahan. Perpecahan menyebabkankelemahan. Kelemahan menyebabkan kehinaan. Dan kehinaan menyebabkan hilangnya kekuasaan dan sirnanya kenikmatan.[/#]
</span>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-49379096134655744652012-04-30T22:48:00.000-07:002012-04-30T22:54:17.824-07:00Bila Allah Mencintai HambaAnak-anak sekalian! Sebenarnya kekasih hati adalah Allah Swt. Bila Allah Swt mencintai hambaNya, Dia menampakkan rahasiaNya pada keagungan kekuasaanNya, dan Allah Swt, menggerakkan hatinya sebagai limpahan anugerahNya, Allah Swt, memberi minuman dari piala gelas cintaNya, hingga ia mabuk dari selain Dia, lalu dijadikannya berada dalam kemesraan, kedekatan dan kesahabatan denganNya, sampai ia tidak sabar untuk segera mengingatNya, tidak memilih yang lainNya dan tidak sibuk dengan satu pun selain perintahNya.
Syeikh Abu Bakr al-Wasithy ra, berkata, ”Posisi cinta lebih di depan dibanding posisi takut. Siapa yang ingin masuk dalam bagian cinta, hendaknya ia selalu husnudzdzon kepada Allah Swt dan mengagungkan kehormatanNya.”
Diriwayatkan bahwa Allah Swt, memberi wahyu kepada Nabi Dawud as. ”Hai Dawud! Cintailah Aku, dan cintailah kekasih-kekasihKu, dan cintailah Aku untuk hamba-hambaKu.”
Lalu Nabi Dawud as, berkata, “Ilahi! Aku mencintaiMu, dan mencintai kekasih-kekasihMu, lalu bagaimana mencintaiMu untuk hamba-hambaMu?”
“Ingatkan mereka, akan kagunganKu dan kebaikan kasih sayangKu…” Jawab Allah Swt.
Dalam hadits disebutkan, “Bila Allah mencintai seorang hamba dari kalangan hamba-hambaNya, Jibril as, mengumumkan “Wahai ahli langit dan bumi, wahai kalangan wali-wali Allah dan para Sufi! Sesungguhnya Allah Ta’ala mencinta si Fulan, maka cintailah dia.”
Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw: “Apabila Allah Ta’ala mencintai hamba, maka Jibril mengumandangkan, “Sesungguhnya Allah sedang mencintai si Fulan, maka cintailah dia. Lalu penghuni langit pun mencintainya, baru kemudian di diterima oleh penghuni bumi. Namun bila Allah Ta’ala membenci si Fulan, maka Allah Swt mengundang Jibril dan berfirnman, <span class="fullpost">“Aku lagi membenci si fulan, maka bencilah ia.!” Jibril pun membencinya, kemudian mengajak kepada penghuni langit dengan mengatakan, “Sesungguhnya Allah sedang membenci si Fulan, maka bencilah padanya. Lalu rasa benci itu diturunkan di muka bumi.”
Abu Adullah an-Nasaj ra, mengatakan, “Setiap amal yang tidak disertai cinta kepada Allah Swt, tidak bisa diterima.”
“Siapa yang mencintai Allah Swt, maka Dia mengujinya dengan berbagai cobaan. Dan siapa yang berpaling dariNya pada lainNya, ia terhijab dariNya dan gugur dari hamparan para pecintaNya.”
Abdullah bin Zaid ra, berkisah, “Saya sedang bertemu dengan lelaki sedang tidur di atas salju, sementara di keningnya bercucuran keringat. Aku bertanya, “Hai hamba Allah! Bukankah sangat dingin!” Lalu ia menjawab, “Siapa yang sibuk mencintai Tuhannya, tidak pernah merasa dingin.”
“Lalu apa tanda pecinta itu?” tanyaku.
“Merasa masih sedikit atas amalnya yang banyak, dan merasa meraih banyak walau mendapatkan sedikit karena dating dari Kekasihnya.” Jawabnya.
“Kalau begitu beri aku wasiat.”
“Jadilah dirimu hanya bagi Allah, maka Allah bakal bagimu.”
Muhammad bin al-Husain ra, mengatakan, “Aku masuk ke pasar untuk membeli budak perempuan. Kulihat ada budak perempuan yang sedang diikat, dan pada kedua pipi tulipnya ada luka, yang terukir tulisan, “Siapa yang yang berkehendak pada kami, akan kami bangkrutkan dia. Dan siapa lari dari kami, akan kami goda dia.”
Inilah, kataku, sebagaimana firman Allah Ta’ala pada hambaNya, “Bila kalian semua mencariKu, maka Kulalaikan kalian dari selain DiriKu, dan Kufanakan denganKu dari dirinya, hingga tidak tahu siapa pun kecuali DiriKu.”
Ada seseorang sedang mengetuk pintu kekasihnya, lalu ada suara dibalik pintu, “Siapa anda?”
“Aku adalah engkau.”
“Ya, silakan aku, masuklah!”
Aku kagum dariMu dan dariku. Engkau fanakan diriku bersamaMu dari diriku. Engkau dekatkan diriku dariMu hingga Aku menyangka Engkau adalah aku. </span><br />
<br />
<span class="fullpost"><span style="font-size: xx-small;">sufinews </span></span>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-28071565194605512202012-04-30T22:32:00.002-07:002012-04-30T22:32:48.029-07:00Tanda Tanda Hari Kiamatقَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَقُومُ السَّاعَةُ، حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ،وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ، وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ، وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ، وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ، وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ، حَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ، فَيَفِيضَ.
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw : “Tiada akan datang hari kiamat hingga tercabutnya ilmu, dan terjadi banyak gempa, dan waktu terasa bergulir cepat, dan munculnya banyak fitnah, dan banyaknya perkelahian dan pembunuhan, hingga berlimpah pada kalian harta, maka <span class="fullpost">harta ditumpahkan seluas-luasnya” (Shahih Bukhari)
</span>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-43373602455672498062012-04-28T01:57:00.000-07:002012-04-28T01:57:44.917-07:00Parfum Penguat Iman<br />
Sejumlah assesoris jiwa mulai dipasarkan di Kafe Sufi. Selain sejumlat perangkat ibadah, yang banyak diburu adalah Parfum. Kafe Sufi layaknya sebuah “The Parfum Garden” bagi jiwa yang sudah mulai berbau apek, hati yang sudah mulai berbau amis oleh lelehan hawanafsu, dan bau-bau kekeroposan hati yang menua oleh virus-virus syetan.<br />
<br />
Tampaknya mereka semua butuh parfum yang benar-benar mengembalikan aroma jiwa yang membahagiakan, aroma syurgawi yang semilir bersama nafas-nafas bidadari.<br />
<br />
Parfum ini tentu campuran dari berbagai jenis parfum jiwa yang tiada tara, bahkan disarikan dari bunga-bungan langit, dan pohon-pohon ma’rifat, serta akar-akaran tauhid yang ditanam di tanah yaqin.<br />
<br />
Di Kafe Sufi disediakan bahan-bahan bakunya, lalu sekaligus cara mencampurnya. Bahan-bahannya antara lain:<br />
Empat lembar daun yang dikeringkan oleh sifat-sifat ‘Ubudiyah: Daun kefakiran; daun kehinaan; daun ketakberdayaan dan daun kelemahan. Lalu ditumbuk jadi satu hingga bertepung lembut.<br />
<br />
Tujuh bunga dari pohon Uns (kemesraan dengan Allah); pohon Taqarrub; pohon Husnudzon Billah; pohon Syukur; pohon Ridho; pohon Yaqin dan Pohon Mahabbah. Semua dilembutkan jadi satu.<br />
<br />
Lalu direbus di atas api yang membakar nafsu; minimal setiap lima waktu, dengan airnya dari Taubatan Nasuha.<br />
Kemudian disuling dengan puisi-puisi munajat kecintaan dan ketakberdayaan. Tuangkan dalam botol-botol kerinduan pada Sang Kekasih.<br />
Insya Allah Parfumnya menguatkan iman kita.<br />Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-464602619903465302012-04-28T01:46:00.001-07:002012-04-28T01:50:32.593-07:00Nafsu Nyata Nafsu Tersembunyi<br />
Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary<br />
<br />
“Bagian nafsu dalam kemaksiatan itu jelas nyata. Sedangkan bagian nafsu di dalam ta’at, itu tersembunyi dan tidak nyata. Mengobati yang tersembunyi itu sangat sulit terapinya.”<br />
Bahwa nafsu itu memiliki kecenderungan maksiat dan melakukan tindak maksiat itu sangat nyata dan jelas, karena naluri nafsu memang demikian. Namun ketika nafsu menyelinap di balik aktivitas taat, kebajikan, amaliah, sangat tersembunyi.Alur nafsu dalam konteks ini memiliki tiga karakter:<br />
<br />
Takut pada sesama makhluk,<br />
Ambisi rizki,<br />
Rela pada kemauan nafsu itu sendiri.<br />
<br />
Munculnya ketiga karakter itu bersamaan dengan selera nafsu.<br />
<br />
Sedangkan perselingkuhan nafsu dibalik taat dan ibadah kita begitu tersembunyi. Tiba-tiba ia merasa lebih tinggi dibanding orang lain, lebih suci, kemudian muncul rekayasa untuk manipulasi, dengan tujuan tertentu atau imbalan tertentu, yang menyebabkan riya’.<br />
<br />
Mari kita bertanya pada diri sendiri dibalik nafsu yang tersembunyi ini. Apakah ketika kita beribadah, melakukan aktivitas kebajikan dan amaliyah lainnya, agar kita disebut berperan? Agar disebut lebih dibanding yang lain? Mendapat pujian dan kehormatan orang lain? Anda sendiri dan orang-orang sholeh yang memiliki matahatilah yang mengenal karakter itu.<br />
<br />
Karena itu nafsu sering bersembunyi dibalik bendera agama, dibalik aktivitas ibadah dan gerakan massa keagamaan, bahkan nafsu merangsek ornamen penampilan orang-orang saleh, agar disebut saleh.<br />
<br />
Disnilah Ibnu Athaillah juga mengingatkan berikutnya: “Kadang-kadang riya’ itu masuk padamu, ketika orang lain tidak memandangmu.”<br />
<br />
Kenapa demikian? Karena riya’ itu bertumpu pada pandangan makhluk. Ketika anda bersembunyi atau makhluk lain tidak mengenal anda, lalu anda diam-diam merasa ikhlas, karena makhluk lain tidak melihatmu, itu pun disebut riya’. Sebab unsur makhluk masih tersisa di hatimu.<br />
<br />
Al-Fudhail bin ‘Iyadh, ra, menegaskan, “Beramal demi pandangan manusia itu adalah syirik. Sedangkan tidak melakukan amaliah karena agar dipandang manusia, adalah riya’. Meninggalkan amal demi manusia adalah syirik. Ikhlas, adalah Allah jika anda diampuni (lalu meninggalkan) kedua faktor di atas.”<br />
<br />
Ketika seseorang berlaku riya’, dalam kondisi khalwat, secara diam-diam pula ia ingin disebut lebih utama dibanding yang lain. “Wah saya sudah suluk, saya sudah baiat, saya sudah khalwat… Sedangkan kalian kan belum… Jelas saya lebih baik dibanding anda…”. Bisikan lembut ini adalah bentuk ketakaburan dan riya’.<br />
<br />
Inilah mengapa Ibnu Athaillah melanjutkan: “Upayamu untuk meraih kemuliaan agar makhluk mengetahui keistemewaanmu, menunjukkan bahwa ubudiyahmu sama sekali tidak benar.”<br />
<br />
Karena, menurut Syeikh Zarruq, ra, manakala anda benar dalam ubudiyah pada Tuhanmu, pasti anda tidak senang jika yang lainNya tahu amalmu.<br />
<br />
Sebagian Sufi mengatakan, “Tak seorang pun benar pada Allah Swt, sama sekali, kecuali jika ia senang bila cintanya tidak dikenal oleh yang lain.”<br />
<br />
Ahmad bin Abul Hawary ra, mengatakan, “Siapa pun bila senang kebaikannya dipandang orang lain atau disebut-sebut, ia benar-benar musyrik dalam ibadahnya. Karena orang yang berbakti pada cinta, tidak senang bila baktinya dipandang oleh selain yang dijabdi.”<br />
<br />
Sahl bin Abdullah ra, mengatakan, “Siapa yang senang pamer amalnya pada orang lain ia telah riya’. Dan siapa yang ingin dikenal kondisi ruhaninya oleh orang lain, ia adalah pendusta.”<br />
<br />
Ibrahim bin Adham nengatakan, “Tidak benar bagi Allah orang yang senang dengan keterkenalan (popularitas).”<br />
<br />
Dan menghapus riya’ dan membersihkannya, sudah seharusnya dilakukan dengan memandang kepada Allah Swt dan menolak selain DiriNya.<br />
<br />
<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: xx-small;">sufinews</span>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-62680183836722645042012-04-04T01:03:00.000-07:002012-04-04T01:05:43.612-07:00Definisi Hadits Dhoif<div class="post-header"> </div> <p><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlKc9PslAQENIOEFVvq4UDku9XW9Na9azfUVjkcvOZjFTURAz1481cEiez2S-TvfogW4EILbjds_FbN5ZSNW2cvdR97QsmV-uez8Wg6-Ovc79a_K26jAiqUC1HHmSN42JXhRmIPMwzpzOW/s1600/kenalilah+akidahmu+2.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 211px; height: 305px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlKc9PslAQENIOEFVvq4UDku9XW9Na9azfUVjkcvOZjFTURAz1481cEiez2S-TvfogW4EILbjds_FbN5ZSNW2cvdR97QsmV-uez8Wg6-Ovc79a_K26jAiqUC1HHmSN42JXhRmIPMwzpzOW/s400/kenalilah+akidahmu+2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5678374452130627666" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(255, 255, 51); font-weight: bold;">Habib Mundir Al Musawa</span></span><br /><br />Hadits Dhoif adalah<span style="color: rgb(51, 255, 51);"> </span><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">hadits yang lemah hukum sanad periwayatnya atau pada hukum matannya, mengenai beramal dengan hadits dhaif merupakan hal yang diperbolehkan oleh para Ulama Muhadditsin.</span><br /><br />Hadits dhoif tak dapat dijadikan Hujjah atau dalil dalam suatu hukum, namun tak sepantasnya kita menafikan (meniadakan) hadits dhoif, karena hadits dhoif banyak pembagiannya.Dan telah sepakat jumhur para ulama untuk menerapkan beberapa hukum dengan berlandaskan dengan hadits dhoif, sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, menjadikan hukum bahwa bersentuhan kulit antara pria dan wanita dewasa tidak membatalkan wudhu, dengan berdalil pada hadits Aisyah ra bersama Rasul saw yang Rasul saw menyentuhnya dan lalu meneruskan shalat tanpa berwudhu, hadits ini dhoif, namun Imam Ahmad memakainya sebagai ketentuan hukum thaharah.<br /><br /><span class="fullpost">Hadits dhoif banyak pembagiannya, sebagian ulama mengklasifikasikannya menjadi 81 bagian, adapula yang menjadikannya 49 bagian dan adapula yang memecahnya dalam 42 bagian. Namun para Imam telah menjelaskan kebolehan beramal dengan hadits dhoif bila untuk amal shalih, penyemangat, atau manaqib. Inilah pendapat yang mu’tamad, namun tentunya bukanlah hadits dhoif yang telah digolongkan kepada hadits palsu.<br /><br />Sebagian besar hadits dhoif adalah hadits yang lemah sanad perawinya atau pada matannya, tetapi bukan berarti secara keseluruhan adalah palsu, karena hadits palsu dinamai hadits munkar, atau mardud, batil, maka tidak sepantasnya kita menggolongkan semua hadits dhaif adalah hadits palsu, dan menafikan (menghilangkan) hadits dhaif karena sebagian hadits dhaif masih diakui sebagai ucapan Rasul saw, dan tak satu muhaddits pun yang berani menafikan keseluruhannya, karena menuduh seluruh hadist dhoif sebagai hadits yang palsu berarti mendustakan ucapan Rasul saw dan hukumnya kufur.<br /><br />Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang sengaja berdusta dengan ucapanku maka<br />hendaknya ia bersiap - siap mengambil tempatnya di neraka” (Shahih Bukhari hadits<br />No.110).<br />Sabda beliau SAW pula : “sungguh dusta atasku tidak sama dengan dusta atas nama<br />seseorang, barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku maka ia bersiap siap<br />mengambil tempatnya di neraka” (Shahih Bukhari hadits No.1229).<br /><br />Cobalah anda bayangkan, mereka yang melarang beramal dengan seluruh hadits dhoif berarti mereka melarang sebagian ucapan atau sunnah Rasul saw, dan mendustakan ucapan Rasul<br />saw.<br />Wahai saudaraku ketahuilah, bahwa hukum hadits dan Ilmu hadits itu tak ada di zaman<br />Rasulullah saw. Ilmu hadits itu adalah bid’ah hasanah, baru ada sejak Tabi’in, mereka membuat syarat perawi hadits, mereka membuat kategori periwayat yang hilang dan tak dikenal, namun mereka sangat berhati – hati karena mereka mengerti hukum, bila mereka salah walau satu huruf saja, mereka bisa menjebak ummat hingga akhir zaman dalam kekufuran, maka tak sembarang orang menjadi muhaddits, lain dengan mereka ini yang dengan ringan saja melecehkan hadits Rasulullah saw.<br /><br />Sebagaimana para pakar hadits bukanlah sebagaimana yang terjadi dimasa kini yang mengaku – ngaku sebagai pakar hadits. Seorang ahli hadits mestilah telah mencapai derajat Al Hafidh. Al Hafidh dalam para ahli hadits adalah yang telah hafal 100.000 hadits berikut hukum sanad dan matannya, sedangkan 1 hadits yang bila panjangnya hanya sebaris saja itu bisa menjadi dua halaman bila ditulis berikut hukum sanad dan hukum matannya, lalu bagaimana dengan yang hafal 100.000 hadits?<br /><br />Diatas tingkatan Al Hafidh ini masih adalagi yang disebut Al Hujjah (Hujjatul Islam) yaitu yang hafal 300.000 hadits dengan hukum matan dan hukum sanadnya, diatasnya adalagi yang disebut : Al Hakim, yaitu pakar hadits yang sudah melewati derajat Al Hafidh dan Al Hujjah, dan mereka memahami banyak lagi hadits – hadits yang teriwayatkan. (Hasyiah Luqathuddurar Bisyarh Nukhbatulfikar oleh Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy).<br /><br />Sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal yang hafal 1.000.000 hadits dengan sanad dan<br />matannya (*rujuk Tadzkiratul Huffadh dan Siyar A’lamunnubala dan lainnya dari buku -<br />buku Rijalulhadits) dan Ia adalah murid dari Imam Syafii rahimahullah, dan di zaman itu terdapat ratusan Imam – Imam pakar hadits.<br />Perlu diketahui bahwa Imam Syafii ini lahir jauh sebelum Imam Bukhari, Imam Syafii<br />lahir pada tahun 150 Hijriyah dan wafat pada tahun 204 Hijriyah, sedangkan Imam Bukhari lahir pada tahun 194 Hijriyah dan wafat pada 256 Hijriyah. Maka sebagaimana sebagian kelompok banyak yang meremehkan Imam syafii, dan menjatuhkan fatwa – fatwa Imam Syafii dengan berdalilkan Shahih Bukhari, maka hal ini salah besar, karena Imam Syafii sudah menjadi Imam sebelum usianya mencapai 40 tahun, maka ia telah menjadi Imam besar sebelum Imam Bukhari lahir ke dunia.<br /><br />Lalu bagaimana dengan saudara - saudara kita masa kini yang mengeluarkan fatwa dan<br />pendapat kepada hadits – hadits yang diriwayatkan oleh para Imam ini? Mereka menusuk<br />fatwa Imam Syafii, menyalahkan hadits riwayat Imam - Imam lainnya.<br />Seorang periwayat mengatakan hadits ini dhoif, maka muncul mereka ini memberi fatwa<br />bahwa hadits itu munkar, darimanakah ilmu mereka? Apa yang mereka fahami dari ilmu<br />hadits? Hanya menukil - nukil dari beberapa buku saja, lalu mereka sudah berani berfatwa, apalagi bila mereka yang hanya menukil dari buku - buku terjemah, memang boleh - boleh saja dijadikan tambahan pengetahuan, namun buku terjemah ini sangat dhoif bila untuk dijadikan dalil.<br /><br />Saudara – saudaraku yang kumuliakan, kita tidak bisa berfatwa dengan buku - buku, karena buku tidak bisa dijadikan rujukan untuk mengalahkan fatwa para Imam terdahulu, bukanlah berarti kita tidak boleh membaca buku, namun maksud saya bahwa buku yang ada zaman sekarang ini adalah pedoman paling lemah dibandingkan dengan fatwa - fatwa Imam - Imam terdahulu, terlebih lagi apabila yang dijadikan rujukan untuk merubuhkan fatwa para Imam adalah buku terjemahan.<br /><br />Sungguh buku - buku terjemahan itu telah terperangkap dengan pemahaman si penerjemah, maka bila kita bicara, misalnya terjemahan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ini hafal 1.000.000 hadits, lalu berapa luas pemahaman si penerjemah atau pensyarah yang ingin menerjemahkan keluasan ilmu Imam Ahmad dalam terjemahannya?<br />Bagaimana tidak? Sungguh sudah sangat banyak hadits - hadits yang sirna masa kini, bila kita melihat satu contoh kecil saja, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1.000.000 hadits, lalu kemana hadits hadits itu? Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad haditsnya hanya tertuliskan hingga hadits No.27.688, maka kira kira 970.000 hadits yang dihafalnya itu tak sempat ditulis…!<br /><br />Lalu bagaimana dengan ratusan Imam dan Huffadh lainnya? Lalu logika kita, berapa juta hadits yang sirna dan tak sempat tertuliskan? Mengapa?<br />Tentunya dimasa itu tak semudah sekarang, kitab mereka itu ditulis tangan, bayangkan<br />saja seorang Imam besar yang menghadapi ribuan murid – muridnya, menghadapi ratusan<br />pertanyaan setiap harinya, banyak beribadah dimalam hari, harus pula menyempatkan waktu menulis hadits dengan pena bulu ayam dengan tinta cair ditengah redupnya cahaya lilin atau lentera, atau hadits hadits itu ditulis oleh murid – muridnya dengan mungkin 10 hadits yang ia dengar hanya hafal 1 atau 2 hadits saja karena setiap hadits menjadi sangat panjang bila dengan riwayat sanad, hukum sanad, dan mustanadnya.<br /><br />Bayangkan betapa sulitnya perluasan ilmu saat itu, mereka tak ada surat kabar, tak ada telepon, tak ada internet, bahkan barangkali pos jasa surat pun belum ada, tak ada pula percetakan buku, fotocopy atau buku yang diperjualbelikan.<br /><br />Penyebaran ilmu dimasa itu adalah dengan ucapan dari guru kepada muridnya (talaqqiy),<br />dan saat itu buku hanyalah 1% saja atau kurang dibanding ilmu yang ada pada mereka.<br />Lalu murid mereka mungkin tak mampu menghafal hadits seperti gurunya, namun paling<br />tidak ia melihat tingkah laku gurunya, dan mereka itu adalah kaum shalihin, suci dari kejahatan syariah, karena di masa itu seorang yang menyeleweng dari syariah akan segera diketahui karena banyaknya ulama.<br /><br />Oleh sebab itu sanad guru jauh lebih kuat daripada pedoman buku, karena guru itu berjumpa dengan gurunya, melihat gurunya, menyaksikan ibadahnya, sebagaimana ibadah yang tertulis di buku, mereka tak hanya membaca, tapi melihat langsung dari gurunya, maka selayaknya kita tidak berguru kepada sembarang guru, kita mesti selektif dalam mencari guru, karena bila gurumu salah maka ibadahmu salah pula.<br />Maka hendaknya kita memilih guru yang mempunyai sanad silsilah guru, yaitu ia mempunyai riwayat guru – guru yang bersambung hingga Rasul saw dan kau betul - betul mengetahui bahwa ia benar - benar memanut gurunya.<br /><br />Hingga kini kita ahlussunnah waljamaah lebih berpegang kepada silsilah guru daripada buku – buku, walaupun kita masih merujuk pada buku dan kitab, namun kita tak berpedoman penuh pada buku semata, kita berpedoman kepada guru – guru yang bersambung sanadnya kepada Nabi saw ataupun kita berpegang pada buku yang penulisnya mempunyai sanad guru hingga Nabi saw.<br /><br />Maka bila misalnya kita menemukan ucapan Imam Syafii, dan Imam Syafii tak sebutkan<br />dalilnya, apakah kita mendustakannya? Cukuplah sosok Imam Syafii yang demikian mulia<br />dan tinggi pemahaman Ilmu Syariahnya, lalu ucapan fatwa – fatwanya itu diteliti dan dilewati oleh ratusan murid – muridnya dan ratusan Imam dan Al Hafidh dan Hujjatul Islam sesudah beliau, maka itu sebagai dalil atas jawabannya bahwa ia mustahil mengada ada dan membuat - buat hukum semaunya, jika ia salah dalam fatwanya mestilah sudah diperbaiki dan dibenahi oleh ratusan imam sesudahnya.<br /><br />Maka muncullah dimasa kini pendapat pendapat dari beberapa saudara kita yang membaca<br />satu, dua buku, lalu berfatwa bahwa ucapan Imam Syafii Dhoif, ucapan Imam Hakim dhoif, hadits ini munkar, hadits itu palsu, hadits ini batil, hadits itu mardud atau berfatwa dengan semaunya dan fatwa – fatwa mereka itu tak ada para Imam dan Muhaddits yang menelusurinya sebagaimana Imam – imam terdahulu yang bila fatwanya salah maka sudah diluruskan oleh Imam – Imam berikutnya, sebagaimana berkata Imam Syafii : “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).<br /><br />Berkata pula Imam Atsauri : “Sanad adalah senjata orang mukmin, maka bila kau tak<br />punya senjata maka dengan apa kau akan berperang?”, berkata pula Imam Ibnul<br />Mubarak : “Pelajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan penaik atap namun tak punya<br />tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad” (Faidhul Qadir juz<br />1 hal 433).<br /><br />Semakin dangkal ilmu seseorang, maka tentunya ia semakin mudah berfatwa dan<br />menghukumi, semakin ahli dan tingginya ilmu seseorang, maka semakin ia berhati - hati dalam berfatwa dan tidak ceroboh dalam menghukumi.Maka fahamlah kita, bahwa mereka - mereka yang segera menafikan atau menghapus hadits dhoif maka mereka itulah yang dangkal pemahaman haditsnya, mereka tak tahu mana hadits dhoif yang palsu dan mana hadits dhoif yang masih tsiqah untuk diamalkan. Contohnya hadits dhoif yang periwayatnya maqthu’ (terputus), maka dihukumi dhoif, tapi makna haditsnya misalnya keutamaan suatu amal, maka para Muhaddits akan melihat para perawinya, bila para perawinya orang - orang yang shahih, tsiqah, apalagi ulama hadits, maka hadits itu diterima walau tetap dhoif, namun boleh diamalkan karena perawinya orang – orang terpercaya, cuma satu saja yang hilang, dan yang lainnya diakui kejujurannya, maka<br />mustahil mereka dusta atas hadits Rasul saw. Namun tetap dihukumi dhoif dan paling tidak ia adalah amalan para sahabat, yang tentu mereka tak punya guru lain selain Rasulullah saw, dan masih banyak lagi contoh – contoh lainnya.<br /><br />Masya Allah dari gelapnya kebodohan.. sebagaimana ucapan para ulama salaf : “dalam<br />kebodohan itu adalah kematian sebelum kematian, dan tubuh mereka telah terkubur<br />(oleh dosa dan kebodohan) sebelum dikuburkan”. (walillahittaufiq)</span></p>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-54170317248698641512011-12-29T18:57:00.000-08:002011-12-29T18:58:26.433-08:00At - ThoyyibahThey lie on the table side by side<br /><br /> The Holy Quran and the T.V. Guide.<br /><br /> One is well worn and cherished with pride.<br /><br /> Not the Quran, but the T.V. Guide.<br /><br /> One is used daily to help folks decide.<br /><br /> Not the Quran, but the T.V. Guide.<br /><br /> As the pages are turned, what shall they see?<br /><br /> Oh, what does it matter, turn on the T.V.<br /><br /> So they open the book in which they confide.<br /><br /> No, not the Quran, but the T.V. Guide.<br /><br /> The Word of Allah is seldom read.<br /><br /> Maybe a verse before they fall into bed.<br /><br /> Exhausted and sleepy and tired as can be.<br /><br /> Not from reading the Quran, from watching T.V.<br /><br /> So then back to the table side by side,<br /><br /> Lie the Holy Quran and the T.V. Guide.<br /><br /> No time for prayer, no time for the Word,<br /><br /> The plan of Istiqama is seldom heard.<br /><br /> But forgiveness of sin, so full and free,<br /><br /> Is found in the Quran, not on T.V.<br /><br /> Take 60 seconds & give this a shot! Let's just see<br /><br /> if Satan stops this one.<br /><br /> All you do is -<br /><br /> 1) say:<br /><br /> A- Subhan Allah<br /><br /> B- Alhamdolila<br /><br /> C- Allaho Akbar<br /><br /> D- La ilaha ila Allah Mohammed rasool Allah<br /><br /> E- Allahoma sali aala sayidna Mohammed wa ala alihi<br /><br />Wasahbihi wasal'umDrs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-36866664908168399902011-12-28T22:53:00.000-08:002011-12-28T23:34:07.543-08:00Tujuh Golongan Yang Dinaungi Allah SWT di Hari Kiamat<p style="font-size: 20px;text-align:right;"> <b> قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ، فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ، وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ، وَجَمَالٍ، فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى، حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ. </b></p><p><b>(صحيح البخاري)</b></p> <p><b><i>Sabda Rasulullah saw : “Tujuh Golongan yg dinaungi Allah dihari kiamat yg tiada tempat berteduh selain yg diizinkan Nya swt, Pemimpin yg Adil, dan pemuda yg tumbuh dengan beribadah pd Tuhannya, dan orang yg mencintai masjid masjid, dan dua orang yg saling menyayangi karena Allah, bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah, dan orang yg diajak berbuat hina oleh wanita cantik dan kaya namun ia berkata : Aku Takut pd Allah, dan pria yg sedekah dg sembunyi2, dan orang yg ketika mengingat Allah dalam kesendirian berlinang airmatanya” (Shahih Bukhari)</i></b></p>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-12117539314786757172011-12-28T20:47:00.000-08:002011-12-28T20:48:20.647-08:00Siapakah Khidhir?<h3 class="post-title entry-title"> <a href="http://altsubuty.blogspot.com/2010/01/siapakah-khidhir.html"><br /></a> </h3> <div class="post-body entry-content"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-5aWIWbMgxJWSpr7qF5RbLDjzO3pu-Jsft94xnxRq86mPwa7BWff5zLVfufjMJbCMvU5slFrOcjlRJC7YD3IwLqijDHgXc1t91BeAalaVgB1NazLajJuqRM15ggIhy4sbue1VzkWwtTI/s1600-h/question_mark_3d.png"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 166px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-5aWIWbMgxJWSpr7qF5RbLDjzO3pu-Jsft94xnxRq86mPwa7BWff5zLVfufjMJbCMvU5slFrOcjlRJC7YD3IwLqijDHgXc1t91BeAalaVgB1NazLajJuqRM15ggIhy4sbue1VzkWwtTI/s320/question_mark_3d.png" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5432189027673283154" border="0" /></a><span style="color:#009900;"></span><span style="color:#009900;"><br /></span><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed" align="center"><span style="color:#009900;"> </span></p><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom: .0001pt;text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed" align="center"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Ketika kita membaca kisah-kisah para wali, kita sering mendengar sosok yang bernama Khidhir. Sebenarnya siapakah beliau, apakah beliau masih hidup hingga sekarang atau sudah meninggal?</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Al-Qur'an mengisahkan tentang seorang hamba Allah SWT pada masa Nabi Musa AS yang mempunyai derajat sangat tinggi di sisi-Nya. Kisah itu disebutkan dalam surat al-Kahfi, ayat 65: </span><i><span style="color:#009900;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#009900;">Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."</span></i><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Para </span></span><span class="gensmall"><span style="color:#009900;">ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hamba pada ayat tersebut ialah Khidhir AS. Kemudian yang dimaksud dengan rahmat ialah wahyu dan kenabian. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu, ialah ilmu tentang hal-hal yang ghaib. Hadits-hadits Nabi SAW juga menceritakan seorang hamba yang shalih ini.</span></span><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[1]</span></span></span></span></span></a><span class="gensmall"><span style="color:#009900;"> Menurut Imam Nawawi kita boleh menyebut Khadhir (dengan membaca fathah </span><i><span style="color:#009900;">kha' </span></i><span style="color:#009900;">dan kasrah </span><i><span style="color:#009900;">dlad</span></i><span style="color:#009900;">), Khidhr (dengan membaca kasrah </span><i><span style="color:#009900;">kha'</span></i><span style="color:#009900;"> dan </span><i><span style="color:#009900;">dlad</span></i><span style="color:#009900;"> yang dibaca sukun) atau Khadhr (dengan membaca fathah kha' dan </span><i><span style="color:#009900;">dlad</span></i><span style="color:#009900;"> yang dibaca sukun).</span></span><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[2]</span></span></span></span></span></a><span class="gensmall"><span style="color:#009900;"> Namun nampaknya masyarakat kita lebih akrab menyebutnya Khidhr atau Khidhir. Maka dari itu, dalam tulisan ini kami menggunakan sebutan yang terakhir ini.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gensmall"><span style="color:#009900;">al-Imam Kamaluddin al-Damiri (w. 808 H) dalam ensiklopedinya yang berjudul </span><i><span style="color:#009900;">Hayat al-Hayawan al-Kubra</span></i><span style="color:#009900;"> menuturkan tentang </span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">perbedaan para ulama mengenai nama Khidhir. Namun menurut pendapat yang ashah, sebagaimana dinukil dari para ahli sejarah dan juga dari Nabi SAW, sebagaimana yang kutip oleh Imam al-Baghawi dan ulama lainnya berpendapat bahwa nama nabi Khidhir adalah Balya. Sedangkan ayahnya bernama Malkan. Nabi Khidhir termasuk keturunan Bani Israil dan masih keturunan para raja. Beliau lari dari kerajaan, kemudian pergi dan menyibukkan diri dalam ibadah. </span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gensmall"><span style="color:#009900;">Para ulama berselisih pendapat tentang apakah sampai sekarang Nabi Khidhir masih hidup ataupun sudah meninggal. Imam nawawi dan mayoritas ulama berpendapat bahwa beliau masih hidup dan berada di tengah-tengah kita sekarang. Pendapat ini disepakati oleh para tokoh sufiyah dan para ahli makrifat. Kabar yang mengisahkan tentang seseorang yang dapat berjumpa dan berkumpul dengan Nabi Khidhir sangat banyak. Al-Syeikh Abu 'Amr bin Shalah mengatakan bahwa nabi Khidhir masih hidup menurut mayoritas ulama, shalihin dan orang-orang awam pada umumnya. Hanya saja ada sebagian ahli hadits yang mengingkari terhadap kehidupan Nabi Khidhir ini.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Sementara itu Imam al-Hasan berpendapat bahwa Nabi Khidhir telah meninggal. Imam Ibnu al-Manawi mengatakan bahwa tidak ada hadits yang menetapkan tentang hidupnya Nabi Khidhir AS. Menurut Imam Abi Bakar bin al-Arabi, beliau telah meninggal sebelum tahun seratus. Pendapat ini mendekati jawaban Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari ketika beliau ditanya tentang Khaidhir dan Ilyas, apakah keduanya masih hidup? Maka beliau menjawab: </span><i><span style="color:#009900;">"Bagaimana bisa demikian (masih hidup), Rasulullah SAW telah bersabda: "Tidak ada seorangpun yang masih hidup pada hari ini seratus tahun lagi."</span></i><span style="color:#009900;"> Pendapat yang benar adalah beliau masih hidup.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Khidhir bernah berkumpul dengan Rasulullah SAW, mengunjungi keluarga beliau, dan mereka memandikan Nabi SAW ketika wafat. Riwayat-riwayat yang menceritakan hal itu berasal dari jalur-jalur yang shahih. Dalam tafsirnya, Imam al-Qurthubi juga membenarkan tentang hidupnya Nabi Khidhir AS.</span><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[3]</span></span></span></span></span></a><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gensmall"><span style="color:#009900;">Lebih lanjut al-Imam al-Nawawi dalam kitabnya </span><i><span style="color:#009900;">Tahdzib al-Asma'</span></i><span style="color:#009900;"> yang menukil pendapat Wahb bin Munabbih menuturkan, bahwa nama Khidhir sebenarnya merupakan </span><i><span style="color:#009900;">laqab</span></i><span style="color:#009900;"> (julukan), sedangkan nama asli beliau adalah Balya bin Malkan bin Faligh bin 'Abir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Para ulama berbeda pendapat tetang alasan mengapa beliau disebut Khidhir. Mayoritas ulama mengatakan bahwa beliau disebut Khidhir karena sesungguhnya ketika beliau duduk di atas permukaan tanah yang </span></span><span class="gensmall"><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#009900;">kering</span></span><span style="color:#009900;"> (menurut pendapat lain rerumputan kering), maka dari permukaan tanah itu tumbuh rerumputan yang berwarna hijau. Pendapat ini di dasarkan pada sabda Nabi SAW: </span><i><span style="color:#009900;">"Dinamakan Khidhir karena ia duduk di atas tanah yang kering, kemudian dari bawah tanah itu tumbuh rerumputan yang hijau."</span></i><span style="color:#009900;"> [H.R. Bukhari, no. 3221]. Menurut pendapat yang dinukil dari Imam Mujahid mengatakan, karena ketika beliau shalat, disekitar beliau menjadi hijau (muncul tumbuh-tumbuhan).</span></span><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[4]</span></span></span></span></span></a><span class="gensmall"><span style="color:#009900;"> Sedangkan menurut Imam al-Khuthabi, beliau dinamakan Khidhir karena ketampanannya dan wajahnya yang bersinar.</span></span><a style="mso-footnote-id: ftn5" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[5]</span></span></span></span></span></a><span class="gensmall"><span style="color:#009900;"></span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Nabi Khidhir mempunyai kuniyah Abu al-Abbas </span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">dan</span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;"> merupakan sahabat Nabi Musa AS. Allah SWT telah memuji sosok Khidhir ini melalui firman-Nya: </span><i><span style="color:#009900;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#009900;">Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."</span></i><span style="color:#009900;"> [Q.S. al-Kahfi: 65].</span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;"> Kemudian pada ayat-ayat berikutnya Allah SWT menceritakan keajaiban-keajaiban yang dimiliki oleh Nabi Khidhir AS.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Para ulama juga berbeda pendapat mengenai Khidhir, apakan ia seorang nabi atau seorang wali. Imam al-Qusyairi dan para ulama yang lain mengatakan bahwa Khidhir adalah seorang wali. Sementara itu sebagian ulama mengatakan bahwa Khidhir adalah seorang nabi. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam al-Nawawi. Imam al-Maziri mengatakan bahwa mayoritas ulama berpendapat Khidhir adalah seorang nabi. Ada pendapat lain yang mengatakan beliau adalah seorang malaikat, namun pendapat ini oleh para ulama dinilai sebagai pendapat yang </span><i><span style="color:#009900;">gharib</span></i><span style="color:#009900;"> (asing), lemah dan bathil.</span><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[6]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#009900;"> Para ulama yang berpendapat bahwa beliau seorang nabi, juga masih berbeda pendapat, apakah beliau diutus untuk umat manusia atau tidak? Yang jelas mengenai nama, kehidupan dan kenabian Khidhir AS terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. </span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Keterangan yang pasti dalam al-Qur'an mengatakan bahwa Khidhir adalah salah seorang hamba Allah SWT yang dikaruniai</span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">rahmat dan ilmu dari sisi-Nya. Penyebutan hamba pada ayat tersebut bisa berarti beliau seorang nabi ataupun seorang laki-laki yang shalih (wali). Keterangan yang pasti dalam hadits menyebutkan bahwa hamba itu bernama Khaidhir. Sementara itu dalam al-Qur'an maupun al-Hadits tidak ada keterangan yang jelas mengenai keberadaan Khidhir, apakah beliau telah meninggal, masih hidup hingga sekarang, bertemu dengan para nabi dan para wali atau beliau mengucapkan salam pada sebagian orang, kemudian mereka menjawab salamnya? Semua itu tidak ada dalil yang dapat digunakan sebagai pijakan secara pasti.</span><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[7]</span></span></span></span></span></a></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Namun setidaknya kita lebih tenang dan yakin dengan berita-berita yang disampaikan oleh para wali Allah tentang hidupnya Nabi Khidhir, mengunjungi mereka dan mengucapkan salam kepada mereka. </span><i><span style="color:#009900;">Wallahu a'lam.</span></i><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt"><span style="';font-size:16.0pt;" lang="AR-SA"><span style="color:#009900;"> </span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt"><span style="';font-size:16.0pt;" lang="AR-SA"><span style="color:#009900;"> </span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote-list"><span style="color:#009900;"> </span><hr style="font-size:78%;" align="right" width="33%"><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn1"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[1]</span></span></span></span></span></a><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#009900;"> Syeikh Athiyah Shaqar dalam </span><i><span style="color:#009900;">Fatawa al-Azhar</span></i><span style="color:#009900;">, 10/425.</span></span><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"></span></span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn2"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[2]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Al-Nawawi, Tahdzib al-Asma' wa al-Lughat, 1/237.</span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn3"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[3]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#009900;">Syeikh Athiyah Shaqar dalam </span><i><span style="color:#009900;">Fatawa al-Azhar</span></i><span style="color:#009900;">, 10/425.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn4"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[4]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Ibnu Hajar al-Asqalani, </span><i><span style="color:#009900;">Fath al-Bari</span></i><span style="color:#009900;">, 6/433.</span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn5"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[5]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Badruddin al-Aini, </span><i><span style="color:#009900;">Umdat al-Qari</span></i><span style="color:#009900;">, 3/30.</span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn6"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[6]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Al-Nawawi, </span><i><span style="color:#009900;">Tahdzib al-Asma' wa al-Lughat</span></i><span style="color:#009900;">, 1/237-239.</span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn7"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[7]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Ibid.</span></p> </div> </div> </div> <span style="font-size:78%;"> </span> <span class="post-author vcard"> <span style="font-size:78%;"><span class="fn">Muhammad Khudhori al-Tsubuty</span></span> </span>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-88897963972697745672011-12-28T20:42:00.000-08:002011-12-28T20:44:07.221-08:00Doa Hambah<div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic;" class="Apple-style-span"><span style="color: rgb(0, 0, 102);" class="Apple-style-span">Sebelum kain kafan melilit ditubuhku</span></span><br /><span style="font-style: italic;" class="Apple-style-span"><span style="color: rgb(0, 0, 102);" class="Apple-style-span">Pungkasilah umurku dengan menyebut asma-Mu....</span></span><br /><br /><span style="font-style: italic;" class="Apple-style-span"><span style="color: rgb(0, 0, 102);" class="Apple-style-span">Jadikan liang lahadku seindah taman syurgawi</span></span><br /><span style="font-style: italic;" class="Apple-style-span"><span style="color: rgb(0, 0, 102);" class="Apple-style-span">Tiada kesusahan dan kesedihan...</span></span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 102); font-style: italic;" class="Apple-style-span">Tempatkanlah aku di dalam surga-Mu yang Mulia</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 102); font-style: italic;" class="Apple-style-span">di sisi kekasih-Mu yang terpilih... </span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 102); font-style: italic;" class="Apple-style-span">Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah kepadanya</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 102); font-style: italic;" class="Apple-style-span">Istri-istri, Shahabat dan orang-orang yang mengikutinya...</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 102); font-style: italic;" class="Apple-style-span"></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 102); font-style: italic;" class="Apple-style-span"></span><br /></div>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-7205289692089321122011-03-14T19:59:00.000-07:002011-03-14T20:01:04.961-07:00Side by SideThey lie on the table side by side<br /><br />The Holy Quran and the T.V. Guide.<br /><br />One is well worn and cherished with pride.<br /><br />Not the Quran, but the T.V. Guide.<br /><br />One is used daily to help folks decide.<br /><br />Not the Quran, but the T.V. Guide.<br /><br />As the pages are turned, what shall they see?<br /><br />Oh, what does it matter, turn on the T.V.<br /><br />So they open the book in which they confide.<br /><br />No, not the Quran, but the T.V. Guide.<br /><br />The Word of Allah is seldom read.<br /><br />Maybe a verse before they fall into bed.<br /><br />Exhausted and sleepy and tired as can be.<br /><br />Not from reading the Quran, from watching T.V.<br /><br />So then back to the table side by side,<br /><br />Lie the Holy Quran and the T.V. Guide.<br /><br />No time for prayer, no time for the Word,<br /><br />The plan of Istiqama is seldom heard.<br /><br />But forgiveness of sin, so full and free,<br /><br />Is found in the Quran, not on T.V.<br /><br />Take 60 seconds & give this a shot! Let's just see<br /><br />if Satan stops this one.<br /><br />All you do is -<br /><br />1) say:<br /><br />A- Subhan Allah<br /><br />B- Alhamdolila<br /><br />C- Allaho Akbar<br /><br />D- La ilaha ila Allah Mohammed rasool Allah<br /><br />E- Allahoma sali aala sayidna Mohammed wa ala alihi<br /><br />Wasahbihi wasallam.Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-43409982636547723372011-02-28T06:11:00.000-08:002011-02-28T06:12:28.534-08:00Ganja dan SufiAsmat, baru saja bertobat. Ia mulai menyadari masa lalunya dengan narkoba menyesatkan dirinya. Ketika mulai masuk dunia Sufi, Asmat justru kembali ke narkoba lagi. “Kamu kok begitu sih Mat? ”tegur kawannya, Darwis.<br />“Saya lakukan eksperimen, siapa tahu saya berdzikir sambil mengganja, tambah uueeenak, melayang dzikirku…”<br />“Kamu memang sudah edan makan semir Mat…”<br />“Coba Wis, kamu coba. Nganja sambil dzikir pasti enak tenan…”<br />Darwis nggak habis pikir pandangan Asmat yang kontroversial ini.<br />“Kamu sudah ghurur Mat. Kamu terkena tipudaya…?”<br />“Bagaimana kamu bilang begitu. Kan banyak orang berdzikir yang dicari nikmatnya dzikir, bahkan kalau perlu bisa nangis-nangis segala…”<br />“Lhahadala…Itu to yang membuatmu begitu…”<br />“Jelaskan?”<br /><br />“Dzikir itu tujuannya agar bertemu Allah, Musyahadah kepada Allah, hadir di depan Allah. Bukan mencari nikmatnya dzikir atau…. Bisa-bisa kamu melayang nggak karuan campur syetan nanti…”<br />“Campur syetan bagaimana Wis?”<br />“Kamu nge-ganja, pasti kamu mengkhayal. Sedangkan hatimu tidak ingin sama sekali bersenang-senang dengan kenikmatan khalamu, hatimu hanya sedang mengingat Allah, bagaimana bisa nyampe pada Allah, kalau yang kau unggulkan, kau senangi selera nafsumu?”<br />Asmat bengong lagi….<br /><br />“Sudah begini saja, teruskan nge-ganjamu. Apa kamu nanti bisa bertemu Allah atau bertemu syetan…Coba! Nanti kalau kamu dicabut nyawamu saat kamu nge-ganja sambil dzikir, kamu husnul khotimah apa su’ul khotimah, saya nggak mau ikut-ikut akh…”<br />Asmat lalu menyedot sekuat-kuatnya ganja yang di tangannya. Semakin lama ia mengkhayal semakin bergentar jantungnya, semakin gelisah dan gundah jiwanya. Diam-diam ia bisa membedakan mana hasrat nafsu dibalik ibadah, hasrat nafsu dengan kemanjaan dan khayalan, dan hasrat hati yang sesungguhnya.<br />“Wiisss…! Darwiiiiiiiisss! Kamu dimana Wis!...”<br />Asmat berteriak sekencang-kencangnya.<br />“Aku sejak tadi disini Mat. Di dekatmu….”<br />Asmat terkejut dan mulai menangis sesenggukan.Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-51318495805900871512011-02-28T05:31:00.000-08:002011-02-28T05:45:14.690-08:00Maulid yang BercahayaMaulid Nabi saw, terus diperingati. Semangat cinta pada Sang Nabi saw, tak lekang oleh krisis dan situasi, tak surut oleh godaan orang yang membid’ahkan maulid, tak retak oleh keragaman orang yang merayakannya.<br />Namun cinta kepada Nabi, adalah cinta kepada Allah swt.<br /><br />Membuktikan cinta itu haruslah mengikuti jejak Nabi, baik secara lahir, secara batin maupun sampai jati diri rahasia batin. Bahkan kita masuki cahaya Nabi, kita menjadi cermin dari cahayanya, sekadar pantulan cahaya agungnya, agar kita benar-benar bergabung dengan Nabi kita. Makanya gemuruh sholawat dan salam kepadanya, beratus-ratus, beribu-ribu, bahkan bersama bermilyar bibir yang bergetar dengan sholawat. Allah, para Malaikat dan mereka yang beriman.<br /><br />Siapa pun di dunia ini tak berhak menghalangi cinta kepadanya. Siapa pun tak berhak melarang mencintainya. Apa pun alasannya.Karena itu esensi Maulid bukan sekadar perayaan, apalagi bertakjub riya dengan hingar bingarnya. Esensinya pada peneladanan jejaknya, dan segalanya akan menjadi ringan jika harapannya hanyalah Allah, hari akhir dan dzikir.<br /><br />Jangan biarkan Maulid demi Maulid berlalu tanpa makna, tanpa perubahan diri menuju lebih dekat kepadaNya. Jika demikian adanya, apalah makna cahaya yang membias pada diri kita?Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-30198451634436330272011-02-28T05:30:00.000-08:002011-02-28T05:31:21.302-08:00Do'aAllah swt, bergegas menjawab para pendo’a, “Berdoalah padaKu, maka Aku Ijabah bagimu."<br />Ada yang salah atas doa-doa kita? Bunyi doa kita sudah bagus, munajat kita sangat indah, namun barangkali hati kita tidak beradab ketika berdoa.<br />Rupanya, doa kita tak lebih dari memaksa Allah untuk menuruti selera kita. Doa kita tak lebih dari mengatur takdir Allah atas kehidupan dunia akhirat kita. Doa kita lebih banyak memanfaatkan suasana terjepit belaka, untuk merajuk padaNya, bahkan tak lebih dari protes kita padaNya.<br /><br />Semoga doa-doa seperti itu telah menjadi masa lalu kita. Sedangkan doa di masa depan kita adalah doa sebagai wujud kehambaan kita yang sangat butuh, sangat lemah, sangat hina dan tak berdaya.<br />“Janganlah rasa sukamu atas doamu adalah ketika ditunaikan hajatmu, bukan karena engkau ditakdirkan bisa munajat kepadaNya...” demikian kata Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily.<br /><br />Semoga itu, masa depan doa kita. Karena doa lebih utama dibanding terkabulnya doa. Karena dalam doa ada munajat komunikatif dan interaktif dengan Allah swt.Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-41531069345386637262010-10-21T22:41:00.000-07:002010-10-21T22:48:09.986-07:00Sholawat Munjiyyah<div class="post-header"> </div> <div class="post-body entry-content"> <style>.fullpost{display:inline;}</style> <p><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5510000840783525554" style="margin: 0px auto 10px; display: block; width: 195px; height: 192px; text-align: center;" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOXgAk6uIVFM56jKWe5bR9MTizJ7XU4FRuDUf4gDLX37rjkxncJue1-xdYQWU4e6uloIIELwj0_qUcz65mQSBFWqkE_D9Gw2qJ7a3iBuoiuDpcVi2tFs3mXQiGxTJ5c1Wa5X5w0FQTC2xM/s320/hat+sanat%25C4%25B1+(79).JPG" border="0" /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJI-dJt5IvbnisiQHBiWM8YqkO8mW9GrQPNpzALA8EBbqe5Rcv6eDlb9K-uy-wYQE7PZ2szPlV0XmVMVKYR7b1TbiJkx-_M9_devLfpvrgR0EXwihvsdvJtkUpOVW5qrkRyndTSyAt5vin/s1600/m2.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5530307643721699842" style="margin: 0px auto 10px; display: block; width: 400px; height: 171px; text-align: center;" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJI-dJt5IvbnisiQHBiWM8YqkO8mW9GrQPNpzALA8EBbqe5Rcv6eDlb9K-uy-wYQE7PZ2szPlV0XmVMVKYR7b1TbiJkx-_M9_devLfpvrgR0EXwihvsdvJtkUpOVW5qrkRyndTSyAt5vin/s400/m2.jpg" border="0" /></a> <span style="color: rgb(255, 102, 0);">Artinya:</span><span style="color: rgb(255, 102, 0);"> </span><em style="color: rgb(255, 102, 0);"><span style="color: rgb(255, 255, 51);">"Ya Allah, limpahkilnlah shalawat atas junjunan kami, Muhammad, dengan suatu shalawat yang menye-babkan kami selamat dari semua ketakutan dan malapetaka, yang menyebabkan Engkau menunaikan semua hajat kami, yang menyebabkan Engkau me-nyucikan kami dari semua kejahatan, yang menyebabkan Engkau mengangkat kami ke derajat yang tinggi di sisi-Mu, dan yang menyebabkan Engkau menyampaian semua cita-cita kami berupa kebaikan-kebakan dunia dan akhirat."</span></em><br /><br /><span style="color: rgb(102, 255, 255);"><strong>Penjelasan:</strong></span><br />Shalawat di atas disebutkan di dalam kitab Dalâ'il. Dalam syarah kitab tersebut disebutkan riwayat dari Hasan bin 'Ali Al-Aswânî. Ia berkata, <span style="color: rgb(255, 255, 204);">"Barangsiapa yang membaca shalawat ini dalarn setiap perkara penting atau bencana sebanyak seribu kali, niscaya Allah akan melepaskan bencana itu darinya, dan menyampaikan apa yang diinginkannya."</span><br /><br /><span style="color: rgb(102, 255, 255);"><strong>Komentar oleh Asy-Syeikh Yusuf Isma’il An-Nabhani</strong></span><br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqbeNHrFubyJ1ryr1NE_D0px0eu0-mjD3nkcJrM5yrb3KTJjV_2C8GuAtS858N5hKsifZHO8Vtv3GHmCegK7q-fja2taKobYEO65KnqjS-zkEsflxowrubfCKLFev8JTvSenUUQS4vCTTn/s1600/m3.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5530307622384475842" style="margin: 0px auto 10px; display: block; width: 371px; height: 400px; text-align: center;" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqbeNHrFubyJ1ryr1NE_D0px0eu0-mjD3nkcJrM5yrb3KTJjV_2C8GuAtS858N5hKsifZHO8Vtv3GHmCegK7q-fja2taKobYEO65KnqjS-zkEsflxowrubfCKLFev8JTvSenUUQS4vCTTn/s400/m3.jpg" border="0" /></a><br />Telah dikutip daripada <span style="color: rgb(0, 51, 0);">Al-Hasan bin ‘Ali Al-Aswani</span> di dalam komentar<br />Ad-Dalail (penjelasan atau komentar dalam kandungan kitab kumpulan solawat yang<br />berjudul Dalailul Khairat), bahwa beliau telah berkata,<em><span style="color: rgb(255, 255, 204);"> <span style="color: rgb(0, 102, 0);">"Siapa yang membaca solawat ini sebanyak seribu kali ketika tertimpa kesulitan dan musibah, Allah akan melapangkan [perkara itu] daripadanya dan akan menyampaikan hajadnya."</span></span></em><span class="fullpost"><br /></span><br /><span class="fullpost">[Dan telah diriwayatkan] daripada <span style="color: rgb(0, 0, 102);">Ibn Al-Fakihani , daripada Asy-Syaikh As-<br />Solih Musa Ad-Darir</span> , [dan] beliau telah berkata: Aku pernah belayar di sebuah laut.<br />Tiba-tiba angin (angin taufan) telah melanda ke atas kami. Sedikit sahja manusia<br />yang akan dapat selamat daripada tenggelam dan banyak orang telah menjerit-jerit [di<br />dalam ketakutan]. Tiba-tiba aku telah merasa mengantuk dan aku telah tertidur. Aku<br />telah melihat An-Nabi j [di dalam mimpi] dan Baginda j telah berkata, "Katakanlah<br />kepada para penumpang [kapal ini] agar mereka mengucapkan sebanyak seribu kali,<br />"Wahai Allah, limpahkanlah solawat ke atas penghulu kami Muhammad, dan juga ke<br />atas keluarga penghulu kami Muhammad, solawat yang dengannya kami<br />diselamatkan . . . sehingga . . . setelah [kami] mati. " Aku telah terjaga [dari tidur] dan<br />aku telah memberitahu para penumpang tentang mimpiku itu, dan kami pun<br />bersolawat dengannya (dengan ungkapan solawat yang telah diterima di dalam mimpi<br />itu) lebih kurang tiga ratus kali. Allah telah melapangkan kami [daripada keadaan yangmencemaskan itu]. </span><br /><span class="fullpost"><br />Dan telah berkata <span style="color: rgb(0, 0, 102);">As-Saiyid Muhammad Afandi `Abdin</span> di dalam catatan beliau<br />(penjelasannya) bahawa Al-`Allamah Al-Musnid Ahmad Al-‘Attor telah menyebutnya<br />sebagai Solawat Al-Munjiyyah, dan beliau telah berkata pada [bahagian] akhirnya:<br />Telah menambah Al-`Arif Al-Akbar [dengan kata-kata]: Wahai Yang Paling<br />Penyayang daripada segala yang bersifat penyayang, wahai Allah.<br /><br />Beliau telah berkata:<span style="color: rgb(0, 102, 0);"> </span><em style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="color: rgb(255, 255, 204);">Telah berkata sesetengah masyaikh: Siapa yang mengucapkannya sebanyak seribu kali ketika ada kesulitan atau ketika turunnya musibah, Allah akan melapangkan [perkara itu] daripadanya dan akan rnenyampaikan hajadnya. Dan siapa yang membanyakkannya pada waktu datang penyakit taun [sedang menular],akan diamankan daripadanya. Dan sesiapa yang membanyakkannya ketika belayar dilaut, akan diamankan daripada tenggelam. Dan sesiapa yang membacanya sebanyak lima ratus kali, akan disampaikan apa yang dia inginkan di dalam hal menarik rezeki dan kekayaan, insya - Allah Ta’ala, dan ia adalah sesuatu yang benar-benar mujarab pada semua perkara itu. Dan Allah Ta’ala jua yang lebih mengetahui.</span></em><br /><br />Dan telah menyebut <span style="color: rgb(0, 0, 102);">Asy-Syaikh As-Sowi</span> perkara yang lebih kurang sama di dalamn komentar mengenai Wird Ad-Dardir (wirid-wirid yang telah digubah oleh Asy-syaikh Ahmad seorang guru bagi At-Toriqah Al-Khalwatiyyah, yang amat terkenal di negara Mesir pada zamannya) yang telah mengutip daripada As-Samhudi dan Al-Malawi .<br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 102);">Dan telah berkata </span><span style="color: rgb(0, 0, 102);">Asy-Syaikh Al-‘Arif Muhammad Haqqi Afandi An-Nazili</span><span style="color: rgb(0, 0, 102);"> di dalam kitabnya </span><span style="color: rgb(0, 0, 102);">Khazinah Al-Asror</span> : Ketahuilah bahawa solawat-solawat itu dibahagikan kepada empat ribu jenis, dan pada situ riwayat yang lain, dua belas ribu. Setiap sesuatu darinya telah dipilih oleh satu jamaah dari ahli Timur dan Barat, bersesuaian dengan apa yang telah mereka temui di dalam menjalin ikatan rohani di antara mereka dengan Baginda dan dari apa yang mereka fahami padanya [dari hal] keistimewaan-keistimewaan dan manfaat-manfaat, dan apa yang telah mereka temui padanya [dari hal] rahsia-rahsia, yang sesetengahnya telah menjadi masyhur melalui ujikaji dan melalui penyaksian di dalam mendapatkan kelepasan daripada segala kesempitan dan pencapaian hasrat, seperti Solawat Al-Munjiyyah, dan ia adalah . . . .<br /><br />Dan beliau telah menyebut bentuk ungkapan itu. Kemudian, beliau telah berkata: Dan yang terlebih utama ialah dia mengucapkan, "Wahai Allah, limpahkanlah solawat ke atas penghulu kami Muhammad dan ke atas keluarga penghulu kami Muhammad. Solawat yang dengannya kami diselamatkan . . ." sehingga ke akhirnya, kerana apa yang telah dikatakan oleh Baginda , "Apabila engkau sekalian bersolawat ke atasku, jadikanlah ia umum (tidak dikhaskan untuk diri Baginda seorang, tetapi juga mencakupi ahli keluarga Baginda ).<br /><br />Dan kesannya, dengan diikut sertakan keluarga Baginda itu, adalah lebih lengkap, dan lebih umum, dan lebih banyak [pahala dan manfaatnya] dan lebih cepat [untuk dimakbulkan]. Begitulah yang telah diwasiatkan kepadaku dan yang telah diijazahkan kepadaku oleh sesetengah masyaikh.<br />Dan Asy-Syaikh al-Akhbar juga telah menyebutnya dengan disertakan sebutan ahli keluarga Baginda j itu, dan beliau telah berkata bahawa ia adalah satu perbendaharaan daripada segala perbendaharaan Al-'Arsy (singgahsana Allah). Sesungguhnya, sesiapa yang berdoa dengannya sebanyak seribu kali pada tengah malam untuk apa-spa hajat, sama ada hajat dunia atau hajat akhirat, Allah Ta`ala akan menunaikan hajatnya. Sesungguhnya ia (pengabulan bagi solawat ini) adalah lebih cepat daripada kilauan kilat, dan ia adalah eliksir yang agung dan penawar yang besar (sangat mujarab). Dan tiada dapat tiada, hendaklah ia disembunyikan dan ditutupkan<br />daripada yang bukan ahlinya.<br /><br />Demikianlah sebagaimana [ia telah disebutkan] di dalam Sirr Al-Asror, dan demikianlah juga sebagaimana yang telah disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Buni dan Al-Imam Al-Jazuli mengenai keistimewaan-keistimewaan Solawat Al- Munjiyyah dan juga penerangan rahsia-rahsianya. Dan hendaklah engkau meninggalkannya (tidak menceritakan keistimewaan-keistimewaan dan rahsia-rahsia ini kepada orang-orang yang fasik) agar tiadalah ia terjatuh ke tangan orang-orang yang jahil. Dan semoga isyarat ini sudah mencukupi untukmu.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 102, 102);font-size:85%;" >(Sumber kitab Afdholus Sholawatu 'ala sayyida saddah karangan Asy-Syeikh Yusuf ibn Isma’il An-Nabhani)</span></span></p></div>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-10034695941751267352010-10-21T22:37:00.000-07:002010-10-21T22:39:25.683-07:00Di Balik Shalawat Nabi SAW<h3 class="post-title entry-title"><a href="http://sufiroad.blogspot.com/2010/10/sufi-road-di-balik-shalawat-nabi-saw.html"><br /></a> </h3> <div class="post-header"> </div> <div class="post-body entry-content"> <style>.fullpost{display:inline;}</style> <p><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXFVBxbC4coCuh5vUbqhYEBMvwwKosxtBCjM1qUPGTUxLkH1152s3CgTscayCCYoQYRN4TLJdBEP4en5-MCHDr38ykp5piehqR48jE9D3lt8XcwcEa_NLbCPUHTAuCF9DCJmM1l2pwzY2_/s1600/Allah__SWT__and_Muhammad__PBUH_by_Callligrapher.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5530431496445531410" style="margin: 0px auto 10px; display: block; width: 300px; height: 271px; text-align: center;" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXFVBxbC4coCuh5vUbqhYEBMvwwKosxtBCjM1qUPGTUxLkH1152s3CgTscayCCYoQYRN4TLJdBEP4en5-MCHDr38ykp5piehqR48jE9D3lt8XcwcEa_NLbCPUHTAuCF9DCJmM1l2pwzY2_/s400/Allah__SWT__and_Muhammad__PBUH_by_Callligrapher.jpg" border="0" /></a><strong><span style="color: rgb(255, 255, 0);"><br /></span></strong><em><span style="font-size: 85%; color: rgb(51, 255, 51);"></span></em>Apa hubungan Istighfar dengan Shalawat Nabi SAW? Mengapa dalam praktik sufi,senantiasa ada dzikir Istighfar dan Shalawat Nabi dalam setiap wirid -wiridnya? Hubungan Istighfar dan Shalawat, ibarat dua keping mata uang. Sebab orang yang bershalawat, mengakui dirinya sebagai hamba yang lebur dalam wahana Sunnah Nabi. Leburnya kehambaan itulah yang identik dengan kefanaan hamba ketika beristighfar.Shalawat Nabi, merupakan syari'at sekaligus mengandung hakikat. Disebut syari'at karena Allah SWT, memerintah kan kepada para hamba-Nya yangberiman, agar memohon kan Shalawat dan Salam kepada Nabi.<br /><br />Dalam Firman-Nya: "Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya senantiasa bershalawat kepada Nabi.Wahai orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya." (QS. 33: 56)Beberapa hadits di bawah ini sangat mendukung firman Allah Ta'ala tersebut : Suatu hari Rasulullah SAW, datang dengan wajah tampak berseri-seri, danbersabda: "Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, "Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad, bahwa untuk satu shalawat dari seseorang umatmu akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya."Dan sepuluh salam bagiku akan kubalas dengan sepuluh salam baginya." (HR.an-Nasa'i)Sabda Rasulullah SAW: "Kalau orang bershalawat kepadaku, maka malaikat juga akan mendoakan keselamatan yang sama baginya, untuk itu hendaknya dilakukan, meski sedikit atau banyak." (HR. Ibnu Majah dan Thabrani).<br /><br />Sabda Nabi SAW, "Manusia yang paling uatama bagiku adalah yang paling banyak shalawatnya." (HR. at-Tirmidzi)Sabdanya, "Paling bakhilnya manusia, ketika ia mendengar namaku disebut, ia tidak mengucapkan shalawat bagiku." (HR. at-Tirmidzi). "Perbanyaklahshalawat bagiku di hari Jum'at" (HR. Abu Dawud).<br /><span class="fullpost"><br />Sabdanya, "Sesungguhnya di bumi ada malaikat yang berkeliling dengan tujuan menyampaikan shalawat umatku kepadaku." (HR. an-Nasa'i)Sabdanya, "Tak seorang pun yang bershalawat kepadaku melainkan Allah mengembalikan ke ruhku, sehingga aku menjawab salam kepadanya." (HR. AbuDawud). Tentu, tidak sederhana, menyelami keagungan Shalawat Nabi. Karena setiap kata dan huruf dalam shalawat yang kita ucapkan mengandung atmosfir ruhaniyang sangat dahsyat. Kedahsyatan itu, tentu, karena posisi Nabi Muhammad SAW, sebagai hamba Allah, Nabiyullah, Rasulullah, Kekasih Allah dan Cahaya Allah.<br /><br />Dan semesta raya ini diciptakan dari Nur Muhammad, sehingga setiap detak huruf dalam Shalawat pasti mengandung elemen metafisik yang luar biasa.Mengapa kita musti membaca Shalawat dan Salam kepada Nabi, sedangkan Nabi adalah manusia paripurna, sudah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu maupun yang akan datang? Beberapa alasan berikut ini sangat mendukung perintah Allah SWT. Nabi Muhammad SAW adalah sentral semesta fisik dan metafisik, karena itu seluruh elemen lahir dan batin makhluk ini merupakan refleksi dari cahayanya yang agung. Bershalawat dan bersalam yang berarti mendoakan beliau, adalah bentuk lain dari proses kita menuju jati diri kehambaan yang hakiki di hadapan Allah, melalui "titik pusat gravitasi" ruhani, yaitu Muhammad Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW, adalah manusia paripurna. Segala doa dan upaya untukmencintainya, berarti kembali kepada orang yang mendoakan, tanpa reserve.Ibarat gelas yang sudah penuh air, jika kita tuangkan air pada gelas tersebut, pasti tumpah. Tumpahan itulah kembali pada diri kita, tumpahan Rahmat dan Anugerah-Nya melalui gelas piala Kekasih-Nya, Muhammad SAW.<br /><br />Shalawat Nabi mengandung syafa'at dunia dan akhirat. Semata karena filosofi Kecintaan Ilahi kepada Kekasih-Nya itu, meruntuhkan Amarah-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsi, "Sesungguhnya Rahmat-Ku, mengalahkan Amarah-Ku." Siksaan Allah tidak akan turun pada ahli Shalawat Nabi, karena kandungan kebajikannya yang begitu par-exellent.Shalawat Nabi, menjadi tawashul bagi perjalanan ruhani umat Islam. Getaran bibir dan detak jantung akan senantiasa membubung ke alam Samawat (alamruhani), ketika nama Muhammad SAW disebutnya. Karena itu, mereka yang hendak menuju kepada Allah (wushul) peran Shalawat sebagai pendampingnya, karena keparipurnaan Nabi itu menjadi jaminan bagi siapa pun yang hendak bertemu dengan Yang Maha Paripurna.<br /><br />Muhammad, sebagai nama dan predikat, bukan sekadar lambang dari sifat-sifat terpuji, tetapi mengandung fakta tersembunyi yang universal, yang ada dalamJiwa Muhammad SAW. Dan dialah sentral satelit ruhani yang menghubungkan hamba-hamba Allah dengan Allah. Karena sebuah penghargaan Cinta yang agung, tidak akan memiliki nilai Cinta yang hakiki manakala, estetika di balik Cinta itu, hilang begitu saja. Estetika Cinta Ilahi, justru tercermin dalam Keagungan-Nya, dan Keagungan itu ada di balik desah doa yang disampaikan hamba-hamba-Nya buat Kekasih-Nya. Wallahu A'lam.Para sufi memberikan pengajaran sistematis kepada umat melalui Shalawat Nabi itu sendiri. Dan Shalawat Nabi yang berjumlah ratusan macam itu, lebih banyak justru dari ajaran Nabi sendiri. Model Shalawat yang diwiridkan para pengikut tarekat, juga memiliki sanad yang sampai kepada Nabi SAW. Oleh sebab itu, Shalawat adalah cermin Nabi Muhammad SAW yang memantul melalui jutaan bahkan milyaran hamba-hamba Allah bahkan bilyunan para malaikat-Nya.<br /></span></p><p><br /><span class="fullpost"></span></p><p><span style="font-size:78%;"><em><span style="font-size: 85%; color: rgb(51, 255, 51);">M. Luqman Hakiem</span></em></span></p></div>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-37003869986106917372010-08-10T02:25:00.000-07:002010-08-10T02:29:07.634-07:00Ya Ramadan!<p>In the name of Allah, the most Merciful, the most Kind</p> <p>A blessed month is casting its shadow upon us<br />A night of this month is better than a thousand months<br />Bear with patience for the sake of Ar-Rahman<br />It's a continuous training to strengthen our Imaan.</p> <p>Glory be to Allah who sent Ramadan as a mercy to mankind<br />Its a purification of our soul, our heart, and our mind<br />With the most sincere devotion and love we fast<br />To be cleansed and free from sins of the past</p> <p>Glorified is He, who choseth this holy month,<br />To test our sabr and fill our hearts with warmth<br />Of his Divine Light, His blessings shall glow,<br />The Seer of the unseen, all He does know</p> <p>Ya Allah! For thee, let my breath be more pleasant than musk<br />Ya Allah! For thee, let me be thankful when day turns to dusk<br />My thoughts and heart are purified, my eyes truly see'<br />This blessed month, the month of spiritual rhapsody!</p> <p>Ya Allah! For thee, my life I shall live!<br />Ya Allah! For thee, my soul I shall give!<br />In the name of Allah, the most Merciful, the most Kind,<br />Praise be to Allah, who sent Ramadan as a gift to mankind</p><p><span style="font-size:78%;">by Noor Syed</span></p><p><br /></p>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-82490845749442274992010-08-10T02:22:00.000-07:002010-08-10T02:23:23.371-07:00Wali - Wali Allah SWT<p style="font-size: 20px; text-align: right;"> <b> قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ اللهَ قَالَ<br />: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ <p>( صحيح البخاري )</p> </b></p> <p><b><i>Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah subhanahu wata'ala berfirman:<br />"Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku kumandangkan perang terhadapnya. Tidaklah seorang hamba mendekatiKu dengan sesuatu yang Aku cintai dari perbuatan yang Aku wajibkan padanya dan ia masih terus mendekatiKu dengan perbuatan-perbuatan sunnah hingga Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memegang, Aku menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya. Tidaklah Aku ragu-ragu melakukan sesuatu seperti keraguanKu ketika hendak merenggut jiwa hambaKu yang beriman, dia membenci kematian sedang aku tak suka menyakitinya." ( Shahih Al Bukhari ) </i></b></p>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-23551566247811357222010-08-10T01:55:00.000-07:002010-08-10T01:57:18.861-07:00Sebait Puisi Untukmu<div style="text-align: center;">Kubacakan bait-bait puisi indah<br />untuk membujukmu<br />agar menghalalkan segala dosaku padamu :<br /><br /><em>“Sebentar lagi taman puasa akan datang</em><br /><em>dihiasi bunga-bunga kebajikan</em><br /><em>dilindungi hamparan rumput sedekah</em><br /><em>disejukkan kolam ringan tangan pada sesama</em><br /><em>Siangnya dihangatkan indahnya matahari menahan nafsu</em><br /><em>Malam harinya diterangi rembulan sholat malam</em><br /><em>Bukankah hidup terasa begitu indah di raja segala bulan?”</em></div>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-31053994103008319442010-07-30T03:12:00.000-07:002010-07-30T03:13:42.668-07:00Kisah Taubatnya Seorang Penyanyi<div style="text-align: justify;">“Adalah seorang pemuda yang bernama Dzaadzan seorang peminum khamr (minuman keras), dan ia penabuh gendang, lalu Allah memberinya rezki berupa taubat ditangan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu maka menjadilah Dzaadzan termasuk orang-orang yang terbaik dari kalangan tabi’in, dan salah seorang ulama yang terkemuka, dan termasuk orang-orang yang masyhur dari kalangan hamba Allah ahli zuhud” [Lihat biografinya dalam Hilyatul Aulia 4/199, dan Bidayah wan Nihayah 9/74 dan Siyar ‘Alamun Nubala 4/280]<br /><br />Inilah kisah taubatnya, sebagaimana Dzaadzan meriwayatkannya sendiri, ia berkata :<br /><br />“Saya adalah seorang pemuda yang bersuara merdu, pandai memukul gendang, ketika saya bersama teman-teman sedang minum minuman keras, lewatlah Ibnu Mas’ud, maka ia pun memasuki (tempat kami), kemudian ia pukul tempat (yang berisikan minuman keras) dan membuangnya, dan ia pecahkan gendang (kami), lalu ia (Ibnu Mas’ud0 berkata : “Kalaulah yang terdengar dari suaramu yang bagus adalah Al-Qur’an maka engkau adalah engaku… engkau”.<br /><br />Setelah itu pergilah Ibnu Mas’ud. Maka aku bertanya kepada temanku : “Siapa orang ini ?” mereka berkata : “Ini adalah Abdullah bin Mas’ud (sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)”.<br /><br />Maka dengan kejadian itu (dimasukkan) dalam jiwaku perasaan taubat. Setelah itu aku berusaha mengejar Abdullah bin Mas’ud sambil menangis, (setelah mendapatinya) aku tarik baju Abdullah bin Mas’ud.<br /><br />Maka Ibnu Mas’ud pun menghadap kearahku dan memelukku menangis. Dan ia berkata : “Marhaban (selamat datang) orang yang Allah mencintainya”. Duduklah! lalu Ibnu Mas’ud pun masuk dan menghidangkan kurma untukku [Siyar ‘Alamun Nubala 4/28]<br /><br />=================<br /><br />Dan perkara lain yang kita ambil faedah dari kisah diatas bahwasanya Ibnu Mas’ud telah menempuh cara yang “syar’iyyah” (cara yang sesuai dengan agama) yang paling utama dalam merubah kemungkaran, tatkala ia mampu merubah kemungkaran dengan tangannya, maka iapun merubah kemungkaran dengan tangannya, ia pecahkan kendang dan ia hancurkan bejana minuman keras.<br /><br />Sungguh pada diri Abdullah bin Mas’ud terdapat permisalan yang mengagumkan dalam keberanian dan maju membela kebenaran, serta dalam merubah kemungkaran. Ia tidak takut celaan orang yang suka mencela, padahal ia sendirian dan orang yang dilarang dari kemungkaran lebih dari satu, sebagaimana nampak dalam konteks cerita.<br /><br />Amr bin Abdul Qais ketika ia berkata : “Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah menjadikan segala sesuatu takut kepadanya, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka Allah akan menjadikannya takut terhadap segala sesuatu” [Sifatus Sofwah 3/208]<br /><br />Dan dengan perbuatan Abdullah bin Mas’ud yang merubah kemungkaran dengan tangannya, kita akan mendapati seberapa besar belas kasih darinya dan seberapa besar kesempurnaan kelembutan dan nasehatnya kepada Dzaadzan. Karena tatkala Dzaadzan mendatanginya dalam keadaan bertaubat, iapun menghadapi dan memeluk Dzaadzan, lalu menangis lantaran gembira dengan taubat Dzaadzan. Dan Abdullah bin Mas’ud menghormatinya dengan ungkapan yang paling indah : “Selamat datang orang yang dicintai Allah”.<br /><br />Sebagaimana firman Allah.<br /><br />“Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” [Al-Baqarah : 222]<br /><br />Bukan itu saja, bahkan Ibnu Mas’ud mempersilahkannya duduk dan mendekatkannya, dan menghidangkan kurma untuknya.<br /><br />Demikianlah, ahli sunnah mengetahui kebenaran dan berdakwah kepada kebenaran, ahli sunnah sayang terhadap mahluk dan menasehati mereka.<br /><br />[Majalah Ad-Dakwah Edisi 1863<br /><br />[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 09/Th.II /2004M/1424H. Terjemahan Dari Majalah Ad-Dakwah Edisi 1863. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya, Jl. Sultan Iskandar Muda 46 Surabaya]<br /><br /><span style="font-size:78%;">Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/1944/slash/0</span></div>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-15264821107101593902010-06-02T04:31:00.000-07:002010-06-02T04:33:12.504-07:00Zuhud<div style="text-align: justify;">Singkat cerita, setelah kurang lebih enam hari berjalan kaki, Darsin sampai di sebuah perbukitan di lereng gunung tempat dimana dulu Kiyai Sobirin belajar pada Tuan Guru Mursid. Darsin istirahat beberapa saat untuk meredakan napasnya yang tersengal-sengal akibat pendakian yang cukup panjang di akhir perjalanannya tadi. Setelah merasa segar, Darsin berkeliling untuk mencari di mana rumah Tuan Guru tersebut, lama Darsin berkeliling mencari, namun tidak ditemukannya rumah yang sesuai dengan benaknya. Satu-satunya yang ia lihat adalah sebuah bangunan yang besar dan menurutnya cukup megah dengan pagar tembok batu yang kokoh dan bagus, di dalamnya ada beberapa bangunan yang kesemuanya tergolong mewah, sehingga hal ini membuat hati Darsin menjadi bimbang “inikah rumah Tuan Guru yang diceritakan Kiyai Sobirin itu, mengapa berbeda sekali dengan sifat-sifat guruku yang sederhana” bisiknya dalam hati. Dalam hatinya mulai ada perasaan buruk sangka, namun karena figure Kiyai Sobirin yang selalu menjadi tauladannya, terlebih lagi ia sudah terlanjur menempuh perjalanan yang tidak dekat, maka ia tidak surut untuk melangkah memasuki pintu gerbang utama yang terbuka lebar. Setelah berada di dalam pagar tembok ia lihat beberapa orang yang sedang melakukan aktifitas ada yang sedang membersihkan halamam dan mengurus kebun bunga, ada yang sedang membersihkan kaca jendela dan aktifitas lainnya. Darsin menghampiri seorang petugas penjaga yang sedang duduk pada sebuah bangunan menyerupai pos penjagaan di samping bangunan rumah induk. Setelah memberikan salam dan memperkenalkan diri, Darsin menceritakan maksud kedatangannya ingin bertemu dengan Tuan Guru. Jawab penjaga “Tuan Guru sedang pergi dan baru besok siang beliau kembali dan sebaiknya anda bermalam saja disini” jawab petugas penjaga. Dengan sedikit kecewa Darsin menurut dan menunggunya hingga besok siang. Darsin diberi tempat untuk istirahat, sebuah kamar yang luas dan sejuk dengan tempat tidur yang bagus. “Beginikah kehidupan Tuan Guru yang diceritakan Kiya Sobirin itu, mengapa beda sekali dengan sifat-sifat guruku yang sangat sederhana” kalimat ini yang berkali-kali ia bisikan dalam hatinya entah sampai berapa kali.<br />Setelah keesokan harinya sebelum waktu dzuhur Tuan Guru tiba, walaupun usianya telah mencapai tujuh puluh empat tahun namun masih terlihat sehat dan kuat sehingga masih mampu menunggang kuda dengan jarak yang cukup jauh. Beliau memakai sorban, mengenakan pakain dan terompah yang semuanya serba bagus dan indah. Maka hal ini semakin membuat Darsin ragu-ragu dan dalam hatinya bergumam “mengapa tidak terlihat sedikitpun kedzuhudan dalam penampilan Tuan Guru ini”. Namun Darsin tidak berani menatap wajah Tuan Guru, wajah yang memancarkan kelembutan dan kesejukan serta penuh kasih sayang. Tuan Guru seorang ulama yang sangat bijaksana, beliau sangat memahami keragu-raguan tamunya, dengan lemah lembut beliau bertanya “anak muda dari mana asalmu dan apa tujuanmu kesini”. Darsin dengan tetap menunduk menjelaskan panjang lebar akan hal ihwal dan maksud kedatangannya serta tidak lupa Darsin menyampaikan salam dari Kiyai Sobirin untuk Tuan Guru. “Apa pekerjaan Kiyai Sobirin, gurumu itu” tanya Tuan Guru. Kemuian Darsin menceritakan pekerjaan gurunya, termasuk amalan-amalan yang selama ini sangat dikaguminya, “beliau setiap hari membagi-bagikan ikan hasil tangkapannya, baik kepada tetangga maupuk kepada kami para santrinya, sementara beliau hanya mengambil beberapa potong itupun terkadang hanya bagian kepalanya yang tidak berdaging”. Tuan Guru menyimak cerita Darsin penuh perhatian, kemudian kata beliau “Anak muda, apa yang kamu lihat itu hanyalah amalan lahir saja, ketahuilah daging ikan yang telah dibagikan kepada orang-orang seperti yang kamu ceritakan kepadaku tadi masih ada dan melekat erat dalam hatinya dan selalu ada dalam benaknya, sehingga hal itu menjadi hijab atau tirai penghalang dalam mengingat Allah azzawajala, kamu tertipu oleh amalan bathin yang tidak pernah kamu sadari, sehingga kamu pun berburuk sangka kepada harta titipan Allah yang ada padaku ini”. Batapa terperanjatnya Darsin mendengar penjelasan Tuan Guru yang lemah lembut itu. Darsin merasa bagaikan mendapat tamparan di mukanya, kini ia sadar “bahwa semua pekerjaan harus didasari oleh ikhlas dan sedikitpun tidak boleh bangga atas amalan tersebut”. Tuan Guru sangat maklum kepada orang-orang seperti Darsin, beliau melanjutkan bicara “banyak orang yang keliru, dzuhud atau bersahaja bukanlah diukur dari tampilan kehidupan lahir belaka, ia ada didalam ruh atau bathin, bathin harus bersih dari keinginan- keinginan dunia, sehingga bathin tersibak dari penghalang atau hijab. Ada yang hidup serba kekurangan bahkan miskin sekalipun belum tentu ia dzuhud, namun ada yang hidup serba kecukupan bahkan kaya raya bisa jadi ia orang yang sangat dzuhud”. Mendengar penjelasan Tuan Guru Darsin merasa sangat malu, kemudan ia minta maaf kepada Tuan Guru serta mohon diterima untuk menjadi muridnya. Semoga Allah swt memberikan rahmat kepada kita sekalian amin, amin ya robbal’alamin… wassalam …<br /><br /><br /></div>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-24270346614275548872010-05-25T07:05:00.000-07:002010-05-25T07:07:52.385-07:00Man's Religious Accountability.Man's religious accountability.......<br />Man is automatically aware that he possesses freedom in his actions; he can decide as he wishes and fashion his own fate in accordance with his own will and inclinations. The existence that decrees responsibility for man, the regret man feels for certain acts he commits, the punishments the law provides for criminals, the deeds men accomplish in order to change the course of history, the foundation of science and technology—all of these prove man to be free in his actions. <br />Likewise, the question of man's religious accountability, the sending of the Prophets, the proclamation of divine messages, and the principle of resurrection and judgment—all these rest on man's free will and choice in the acts he performs.<br /><br />It would be completely meaningless were God, on the one hand, to compel men to do certain things and, on the other, to reward or punish them. It would surely be unjust were the Creator of the world to set us on whatever path He chose, by means of His power and His will, and then to punish us for actions we have committed without any choice on our part.<br /><br />If the deeds of men are, in reality, the acts of God, all corruption, evil and cruelty must be regarded as His work, whereas His most sacred being is utterly pure of all such corruption and injustice.<br /><br />If there were no free choice for man, the whole concept of man's religious accountability would be unjust. The oppressive tyrant would deserve no blame and the just would merit no praise, because responsibility has meaning only within the sphere of what is possible and attainable for man.<br /><br />Man deserves blame or merits praise only when he is able to decide and to act freely; otherwise, there can be no question of blame or of praise.<br /><br />Those who adhere to the above position have gone to such extremes in asserting the principle of man's free will that they regard man as being the undisputed possessor of absolute free will in all his volitional acts. They imagine that God is unable to extend His rule over the will and wishes of His creatures and that man’s volitional acts are excluded from the realm of His power. This, in summary, is the position of the proponents of absolute free will.<br /><br /><span style="font-size:78%;">muslim children story</span>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1010392432832332268.post-77235394144655235792010-03-02T05:27:00.000-08:002010-03-02T05:29:01.232-08:00iqra<div style="text-align: center;">Iqra!<br />Iqra!<br />To pray for forgiveness from Allah swt.<br />Iqra!To learn the vast of knowledge bestowed to us.<br />Iqra!To know what the future is in store for you.<br />Iqra!to seek the sole pleasure of Allah SWT.<br />Iqra!to reap the fruits of what Allah SWT has given us.<br />Iqra!to understand the principles of Islam.<br />Iqra! To love Allah SWT ,because it is he who we came from and to whom we return.<br />Iqra! To be blessed with the holy quran.<br />Iqra!</div>Drs. Chilmiy, M M,Pdhttp://www.blogger.com/profile/01186060517685833308noreply@blogger.com0